TLii | SUMUT | Deli Serdang — Proyek penggantian Jembatan Titi Kramat di Desa Bulu Cina, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, yang berada di bawah pengawasan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara, diduga mengabaikan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lapangan.
Pantauan tim media pada Kamis (23/10/2025) memperlihatkan sejumlah pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm, sepatu safety, rompi, maupun sarung tangan saat melakukan aktivitas di area konstruksi. Lebih memprihatinkan lagi, di sekitar lokasi proyek tidak terdapat plang atau rambu peringatan K3, bahkan area tumpukan material tanpa pembatas atau pita pengaman yang semestinya menjadi standar keselamatan dasar di proyek konstruksi.

Proyek tersebut dikerjakan oleh CV. Global Nusantara dengan nilai kontrak sebesar Rp6.486.309.346 berdasarkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) tertanggal 10 September 2025 dan masa pelaksanaan 110 hari kalender. Meski bernilai miliaran rupiah, pelaksana proyek diduga tidak mengalokasikan anggaran dan perhatian memadai terhadap aspek keselamatan kerja, padahal komponen K3 sudah termasuk dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Salah seorang warga sekitar mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi tersebut. “Kami sering lihat pekerja tanpa helm dan sepatu. Harusnya proyek besar seperti ini lebih memperhatikan keselamatan. Jangan sampai ada korban dulu baru bertindak,” ujar warga yang enggan disebutkan namanya.
Pelanggaran Regulasi dan Kewajiban Penerapan K3
Mengacu pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK), setiap penyedia jasa konstruksi wajib menerapkan K3 di setiap tahapan pekerjaan untuk mencegah kecelakaan kerja dan melindungi pekerja di lapangan.
Pasal 7 ayat (1) peraturan tersebut menegaskan: “Setiap penyedia jasa wajib melaksanakan sistem manajemen keselamatan konstruksi yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan keselamatan konstruksi.”
Selain itu, Pasal 22 menyebutkan bahwa penyedia jasa yang tidak melaksanakan SMKK dapat dikenakan sanksi administratif, termasuk penghentian sementara pekerjaan hingga pemutusan kontrak kerja apabila terbukti lalai atau mengabaikan aspek keselamatan.
Minim Pengawasan dan Dugaan Pembiaran
Minimnya penerapan K3 di proyek ini menimbulkan dugaan lemahnya pengawasan dari pihak PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) dan Dinas PUPR Sumut. Padahal, fungsi pengawasan menjadi bagian penting dalam memastikan pekerjaan konstruksi sesuai dengan kontrak, spesifikasi teknis, dan ketentuan keselamatan kerja.
Tender Dipertanyakan
Selain persoalan keselamatan kerja, proses pemenangan tender proyek oleh CV. Global Nusantara juga menimbulkan tanda tanya. Informasi yang dihimpun menyebutkan, ada sejumlah penyedia jasa lain yang lebih berpengalaman ikut dalam proses lelang tersebut. Namun, justru CV. Global Nusantara yang menang, meski di lapangan terlihat lemah dalam aspek manajemen dan penerapan standar teknis pekerjaan konstruksi.
Pemerhati kebijakan publik di Sumut menilai, lemahnya verifikasi administrasi dan evaluasi teknis dalam proses tender bisa menjadi celah munculnya kontraktor yang tidak memenuhi standar profesional.
“Kalau pelaksana proyek tidak bisa menjamin keselamatan pekerjanya, berarti proses seleksi tender patut dievaluasi. Jangan sampai proyek negara dijadikan ajang coba-coba oleh pihak yang tidak kompeten,” tegas salah satu pengamat konstruksi lokal.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PUPR Sumut maupun pelaksana proyek CV. Global Nusantara belum memberikan tanggapan resmi.
Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bukan sekadar formalitas administratif, melainkan tanggung jawab moral dan hukum. Pemerintah daerah, melalui Dinas PUPR Sumut, diharapkan bertindak tegas terhadap pelaksana proyek yang mengabaikan keselamatan pekerja dan pengguna jalan, agar kejadian serupa tidak kembali terulang pada proyek-proyek konstruksi lainnya di Sumatera Utara.
Tim Redaksi.




































