TLii | ACEH – Blangkejeren, 21 Juni 2025 — Ketua Mahkamah Syar’iyah Blangkejeren, Taufik Rahayu Syam, S.HI., M.S.I, mengimbau masyarakat Gayo Lues untuk lebih memahami dan mematuhi ketentuan hukum jinayat yang ada di Aceh, terdapat beberapa kesalah fahaman dan ketidakmengertian terkait pelaksanaan hukum jinayat, sebagai contoh beberapa elemen masyarakat mempertanyakan terkait kasus perertubuhan pria dan wanita yang divonis Mahkamah Syar’iyah Blangkejeren sebagai kasus pemerkosaan bukan perzinahan.
Dalam keterangannya kepada media Seputar Gayo Lues, Taufik menerangkan bahwa beberapa putusan Mahkamah Syar’iyah Blangkejeren memvonis persetubuhan antara pria dan wanita dengan vonis pemerkosaan, menurutnya hal ini disebabkan karena pihak wanita masih dibawa umur alias belum mencapai usia 18 tahun, keputusan Majelis Hakim Mahkamah Syar’iyah Blangkejeren ini dilandaskan pula pada Yurisprudensi Mahkamah Agung yang terdapat dalam Putusan Nomor 2 PK/Ag/JN/2024. Kaidah yurisprudensi ini secara tegas menyatakan bahwa:
> “Persetubuhan orang dewasa dengan anak, meskipun dilakukan atas dasar suka sama suka, tetap dihukumi sebagai pemerkosaan (statutory rape), dan pelakunya dijatuhi ‘uqubat ta’zir berupa hukuman penjara. Pengecualian hanya berlaku jika pelaku juga adalah anak.”
Taufik menegaskan bahwa legal rasioning ketentuan tersebut didasarkan karena anak dinilai belum memiliki kapasitas hukum (tamayyuz dan baligh) untuk memberikan persertujuan untuk berhubungan seksual. Oleh karena itu orang dewasa yang berhubungan seksual dengan Anak dinilai
telah melakukan tindakan eksploitasi seksual terhadap anak, meskipun tidak ada unsur paksaan atau ancamaan.
> “Secara hukum syar’iyah, anak belum memiliki kapasitas hukum untuk memberikan persetujuan yang sah dalam hubungan seksual. Maka, setiap perbuatan itu tetap dianggap sebagai jarimah (tindak pidana) pemerkosaan dan akibatnya ia (pelaku) akan mendapat uqubat jarimah pemerkosaan yakni penjara minimal 150 bulan dan maksimal 200 bulan,” jelasnya dari ruang kerjanya di Mahkamah Syar’iyah Blangkejeren.
Sebagai informasi, Yurisprudenai Mahkamah Agung yang menyatakan persetubuhan dengan anak merupakan pemerkosaan merupakan putusan yang lahir dari proses hukum yang panjang, perkara ini bermula dari perkara jinayat di Mahkamah Syar’iyah Tapaktuan atas nama Terdakwa Safrisah bin Samsul Bahri, melawan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Aceh Selatan, dengan rincian sebagai berikut:
Tingkat Pertama: MS Tapaktuan No. 7/JN/2022/MS.Ttn
Banding: MS Aceh No. 44/JN/2022/MS.Aceh
Kasasi: MA RI No. 4K/Ag/JN/2023
Peninjauan Kembali (PK): MA RI No. 2 PK/Ag/JN/2024
Majelis Hakim yang menangani perkara di tingkat PK ini – sehingga putusan tersebut dipilih menjadi yurisprudensi adalah: Dr. H. Yasardin, S.H., M.Hum, Dr. H. Abdul Manaf, M.H dan Dr. H. Imron Rosadi, S.H., M.H
Taufik Rahayu Syam mengajak seluruh elemen masyarakat — mulai dari tokoh adat, tokoh agama, hingga para guru dan kepala desa — untuk bersama-sama memberikan edukasi dan perlindungan terhadap anak-anak di lingkungan masing-masing.
> “Kita tidak hanya menegakkan hukum, tapi juga menjaga martabat anak-anak kita dari kehancuran masa depan. Jangan ada lagi pembiaran, apalagi justifikasi yang melemahkan perlindungan terhadap anak,” tegasnya.
Sebagai langkah lanjut, Taufik meminta instansi terkait di Kabupaten Gayo Lues untuk menggencarkan program sosialisasi hukum jinayat ke gampong-gampong, lembaga pendidikan, dan komunitas remaja untuk memberikan pemahaman lebih terkait pelaksanaan hukum jinayat di Aceh, khususnya di Kabupaten Gayo Lues.
Laporan: Kang Juna – Seputar Gayo Lues