TLii | ACEH | ACEH TENGGARA | Kut Seorang pasien asal Desa Biak Muli Pantai Raja, Kecamatan Bambel, Kabupaten Aceh Tenggara, nyaris kehilangan nyawa setelah mengonsumsi obat-obatan dari RSUD H. Sahudin Kutacane. Kasus ini diduga kuat sebagai bentuk malpraktik medis dan kini menjadi sorotan publik.
Korban bernama Rasine, pada Senin, 23 Juni 2025, datang ke RSUD H. Sahudin untuk berobat ke Poli Paru dan kemudian dirujuk ke Poli Saraf. Namun alih-alih sembuh, kondisi kesehatannya justru memburuk drastis setelah mengonsumsi 13 jenis obat yang diberikan berdasarkan resep rumah sakit. Keesokan harinya, tubuh Rasine mendadak lemas dan mengalami sesak napas hebat.
Tidak berhenti di situ, pada hari berikutnya, Rasine mengalami kejang-kejang berat yang membuat keluarga panik dan ketakutan kehilangan nyawanya. Dalam kondisi kritis, ia dilarikan ke Puskesmas Biak Muli, tempat ia akhirnya berhasil diselamatkan berkat penanganan intensif.
Adik korban, Wali, tak tinggal diam. Pada Jumat, 27 Juni 2025, ia mendatangi RSUD Sahudin untuk meminta penjelasan dari pihak medis. Ia terlebih dahulu menemui dr. Risfan Pratama, Sp.P., di Poli Paru, namun kecewa karena dokter enggan memberikan penjelasan rinci terkait obat-obatan yang diberikan.
Tak puas, Wali lanjut menemui dr. Marsaulina di Poli Saraf, yang disebut ikut menangani Rasine. Di sinilah muncul kejanggalan: pihak keluarga mempertanyakan kenapa pasien ditangani oleh dokter umum di poli spesialis, bukan oleh dokter spesialis saraf sebagaimana mestinya.
Kepada Media TLII, Rasine mengaku penanganan yang ia terima terkesan asal-asalan dan tidak berdasarkan pemeriksaan medis mutakhir.> “Terapi obat seharusnya berdasarkan pemeriksaan penunjang seperti rontgen, tes darah, atau CT Scan. Ini malah hanya berdasarkan catatan penyakit tiga bulan lalu. Sangat membahayakan,” ucapnya.
Keluarga juga sempat meminta penjelasan dari Instalasi Farmasi RS. Namun petugas menyebut mereka hanya mengikuti resep dokter, tanpa memberikan edukasi lebih lanjut soal cara konsumsi atau potensi interaksi antar obat. Padahal, kombinasi 13 obat sekaligus jelas memerlukan pengawasan ketat.
Kini, pihak keluarga menuntut klarifikasi dan pertanggungjawaban dari RSUD H. Sahudin Kutacane. Mereka meminta evaluasi internal menyeluruh, serta mendesak Dinas Kesehatan Aceh Tenggara dan IDI setempat untuk turut memeriksa potensi kelalaian prosedur medis yang nyaris merenggut nyawa pasien.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan malpraktik di rumah sakit daerah, yang kerap terabaikan tanpa penyelesaian yang memadai. Harapan keluarga Rasine sederhana: keadilan ditegakkan, nyawa dihargai, dan sistem kesehatan tidak lagi asal jalan.
“pada saat berita ini di tayangkan, pihak media belum dapat melakukan konfirmasi dengan pihak Rumah Sakit” (Jaminan)