Jaksa Menyapa dari Dusun Blower, Studio podcast Seputar Gayo, Blangkejeren
TLii |ACEH, Gayo Lues – Di tengah geliat desa-desa yang mulai menata dirinya untuk lebih mandiri dan transparan, satu suara lantang datang dari studio kecil di Dusun Blower Blangkejeren. Suara itu bukan dari ruang sidang, tapi dari ruang dialog. Dan mereka yang bersuara—bukan hanya jaksa dalam arti sempit, tetapi pembina, pengarah, dan pelindung masyarakat.
Melalui program Jaksa Menyapa, Kejaksaan Negeri Gayo Lues hadir membawa wajah hukum yang lebih bersahabat. Dalam siaran podcast yang diselenggarakan oleh Studio Seputar Gayo, Kepala Seksi Intelijen Handri, S.H., M.H., dan Muhammad Baris Siregar, Kasubsi I Bidang Intelijen, tampil sebagai narasumber utama—bukan untuk menyampaikan vonis, tapi visi. Visi tentang keadilan yang membumi.“Jaksa menyapa, bukan menakut-nakuti. Kami hadir untuk mencerahkan, bukan menghakimi,” tegas Handri, membuka sesi diskusi dengan nada yang membangun.
Sebagai Kepala Seksi Intelijen, ia menjelaskan bahwa tugas kejaksaan tak melulu soal penindakan. Tupoksi intelijen kejaksaan mencakup penyuluhan dan penerangan hukum, penggalangan, serta deteksi dini terhadap potensi pelanggaran hukum di masyarakat—terutama di desa.
“Justru sebelum pelanggaran itu terjadi, kami hadir. Menyampaikan edukasi, mendorong transparansi, dan memahamkan masyarakat serta aparatur desa tentang regulasi yang ada. Itu jauh lebih penting daripada sekadar menindak setelah semuanya terlambat,” ujarnya.
Menambahkan apa yang disampaikan atasannya, Baris Siregar menyampaikan bahwa pendekatan yang digunakan dalam program “Jaksa Menyapa” adalah pendekatan preventif dan partisipatif.
“Kami datang bukan membawa pasal demi pasal, tapi membawa pemahaman. Kami ingin kepala desa, bendahara kampung, bahkan warga biasa, tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam konteks hukum negara,” jelasnya.
Menurut Baris, saat masyarakat mulai paham tentang pengelolaan keuangan desa, peran pengawasan, dan konsekuensi hukum dari setiap keputusan, maka desa akan punya daya tahan hukum—tidak mudah diprovokasi, tidak mudah dimanipulasi.
Dalam forum ini, isu utama yang dikawal pihak kejaksaan adalah penggunaan Dana Desa. Handri menegaskan, “Dana Desa itu darah pembangunan kampung. Kalau salah kelola, yang rugi bukan hanya negara—tapi masyarakat itu sendiri.”
Kejaksaan juga memberikan pendampingan terhadap wacana pembentukan Koperasi Merah Putih, sebagai bentuk konkret pemberdayaan ekonomi desa. Dalam prosesnya, pendirian koperasi wajib mengikuti landasan hukum yang jelas dan bertanggung jawab.
“Kami siap mengawal. Agar koperasi bukan sekadar papan nama, tapi wadah legal dan sehat untuk pertumbuhan ekonomi warga,” ujar Handri.
Isu prioritas lain yang menjadi sorotan dalam diskusi ini adalah pengelolaan Dana Desa. Bersama Kejaksaan, hadir dari pihak DPMK, Muhammad Thasril, Kepala Bidang Pemerintahan dan Pemberdayaan Masyarakat Mukim dan Kampung, serta Herli Juni Altoda, Kepala Seksi Bina Pemerintahan Desa. Keduanya menyoroti pentingnya penggunaan dana desa yang transparan, partisipatif, dan tepat sasaran.
“Desa bukan hanya objek pembangunan, tapi subjek yang harus melek regulasi. Ketika kepala desa, perangkat kampung, dan masyarakat paham tupoksi dan hukum keuangan negara, maka akan sulit bagi penyimpangan untuk masuk,” ujar Herli.
Lebih lanjut, diskusi juga menyinggung wacana pembentukan Koperasi Merah Putih yang digagas untuk menjadi lokomotif ekonomi desa berbasis semangat gotong royong dan kemandirian hukum. Kejaksaan menyatakan siap mendampingi proses pembentukan koperasi agar sesuai aturan dan tidak menjadi ladang pelanggaran di kemudian hari.
Dengan gaya khasnya, Kang Juna menutup siaran dengan pesan yang menggugah: “Hukum itu bukan menakutkan, tapi melindungi. Jaksa bukan untuk menghukum, tapi menyapa dan membina. Dan desa—adalah benteng terakhir keadilan sosial. Maka saat desa melek hukum, maka ia akan berdaulat atas dirinya sendiri.”
Program podcast ini menjadi model inovatif penyuluhan hukum berbasis lokalitas. Menggunakan media yang dekat dengan generasi muda dan warga desa yang kini makin digital, Kejaksaan dan DPMK membuktikan bahwa edukasi hukum tak harus kaku dan birokratis. Ia bisa ringan, dekat, dan menyentuh nurani.
Studio Timeline News di Blower pun menjelma jadi ruang resonansi, suara hukum disuarakan—untuk Indonesia yang melek hukum dari desa.
📻 Dari studio sederhana di Blower, Kejaksaan Negeri Gayo Lues menunjukkan bahwa keadilan bukan hak eksklusif ruang sidang. Ia bisa hadir dalam obrolan santai, dalam podcast, dalam komunitas. Karena ketika jaksa menyapa, masyarakat belajar memahami, bukan sekadar takut.
—
#JaksaMenyapa #KejaksaanNegeriGayoLues #DesaBerdaya #PodcastEdukasiHukum #GayoLuesMelekHukum
(Kang Juna – Reporter)