TLii | ACEH | Kutacane – Kuning 1 Simpang Pinding, 6 Juni 2025 – Di tengah gelapnya malam dan dinginnya hembusan angin dari lereng perbukitan, sebuah warung sederhana berdiri setia di tepian jalan lintas Medan–Kutacane, tepatnya di Desa Kuning I, Simpang Pinding, Aceh Tenggara. Tak ada plang besar atau lampu gemerlap. Hanya sebuah papan kayu, deretan bangku plastik, dan kepulan uap hangat yang naik dari panci besar. Tapi justru dari kesederhanaan itulah lahir sebuah keistimewaan: Bandrek Berkah Bang Doyok Palok, yang kini telah dikenal luas oleh warga dan pengendara di seputaran Kutacane.
Jumat malam, Kang Juna, seorang reporter lokal, memutuskan untuk singgah dan merasakan sendiri apa yang menjadi buah bibir banyak orang. “Kalau lewat Kuning 1 Simpang Pinding malam-malam, nggak mampir ke bang Doyok, rugi,” kata seorang pengendara truk yang ikut duduk tak jauh dari bangku Kang Juna.
Warung ini buka setiap hari mulai pukul 18.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB, dan selama enam jam operasional itulah, kehangatan mengalir tak putus. Rata-rata, Bang Doyok menghabiskan sekitar 150 gelas bandrek dan 70 gelas bubur kacang hijau tiap malam. Sebuah angka yang tak kecil, apalagi untuk usaha rumahan tanpa promosi berlebihan.
Bang Doyok, pria ramah berusia akhir 35-an, menyambut setiap pelanggan dengan senyum dan sapaan akrab. Tangannya cekatan menuang bandrek dari panci besar ke gelas-gelas plastik, menambahkan susu kental manis secukupnya, lalu menyodorkannya ke pelanggan yang menanti.
“Yang penting itu bukan cuma enaknya, tapi manfaatnya. Jahe itu obat alam. Bikin badan anget, kepala enteng, dan kalau lagi masuk angin, insyaallah langsung reda,” ujarnya sambil mengaduk bandrek pesanan pelanggan.
Tak salah memang. Bandrek racikan Bang Doyok bukan sembarang minuman. Komposisinya sederhana: jahe merah bakar, gula merah, kayu manis, cengkeh, dan susu. Tapi hasil akhirnya luar biasa. Aromanya menenangkan, rasa jahenya kuat namun lembut, dan hangatnya terasa sampai ke dada.
Bandrek ini dipercaya bisa membantu meredakan gejala flu dan batuk, meningkatkan stamina, mencegah masuk angin, meredakan peradangan, mengatasi nyeri sendi, dan melancarkan pencernaan. Harga? Tetap bersahabat—Rp5.000 per gelas, sudah termasuk susu. Begitu juga dengan bubur kacang hijaunya, sama nikmat, sama terjangkau.
Warung ini bukan hanya tempat menjual bandrek dan bubur, tapi telah menjadi titik persinggahan penuh cerita. Di sini sopir truk berbagi kabar jalur, pekerja malam saling sapa, dan warga sekitar sekadar mampir melepas penat. Ada yang datang dari arah Medan, ada pula yang baru turun dari kawasan Kutacane. Semua menyatu di satu meja, satu gelas, satu rasa: bandrek hangat ala Bang Doyok.
Warung Bandrek Berkah memang tak besar, tapi gaungnya telah menembus batas desa. Di seputaran Kutacane, nama “Bang Doyok Palok” tak lagi asing. Banyak yang mengenalnya bukan karena iklan, tapi karena cerita dari mulut ke mulut—yang mengalir deras seperti bandrek yang ia tuangkan setiap malam.“Saya udah 10 tahun jualan di sini. Nggak pernah pindah. Rezeki udah ada yang atur, tinggal kita jaga rasa dan jaga amanah,” tambahnya dengan lirih, sambil memandangi deretan gelas yang terus saja kosong dan diisi ulang.
Malam itu, angin malam tetap menggigit, tapi di warung kecil Desa Kuning I, tubuh terasa hangat. Bukan hanya karena jahe yang membakar dari dalam, tapi karena keramahan yang tak dibuat-buat, dan semangat usaha yang mengalir dalam tiap gelas bandrek.
Bandrek Berkah Bang Doyok Palok bukan sekadar minuman. Ia adalah cerita tentang ketekunan, tradisi, dan kehangatan yang menyatukan banyak perjalanan dalam satu titik kecil di persimpangan jalan. Dan siapa pun yang pernah mencicipinya, tahu: ini bukan sekadar bandrek. Ini adalah pelukan hangat dari Simpang Pinding untuk Kutacane dan sekitarnya.
Mari singgah dan rasakan sendiri.
Hanya di Desa Kuning I, Simpang Pining, Kutacane – Aceh Tenggara.
(Kang Juna – Reporter)