TLii | SUMUT | Subulussalam, Aceh — Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) untuk desa-desa se-Kota Subulussalam, Provinsi Aceh, yang diselenggarakan di Hotel Radisson, Medan, Provinsi Sumatera Utara, menuai kontroversi tajam dari berbagai kalangan. Senin [14/04/2025]
Kritik datang dari tokoh masyarakat serta sejumlah LSM di Aceh dan Sumut, yang menyebut kegiatan ini hanya akal-akalan oknum tertentu untuk meraup keuntungan bersama kelompoknya.
Kegiatan yang menelan biaya Rp 30 jt dari masing- masing desa, di nilai tak masuk akal hanya untuk sebuah Pelatihan kelistrikan. Bahkan tidak memberikan manfaat signifikan bagi desa, dan justru menjadi ajang pemborosan anggaran. Kritik ini juga menyeret program “Louncing jaga Desa” milik Kejaksaan Agung yang dianggap hanya bersifat seremonial. Beberapa tokoh bahkan menilai program tersebut hanya sekadar “asal bapak senang” (ABS), tanpa pengawasan yang serius.

Sebagai contoh, di Kabupaten Samosir, Sumut, dilansir dari beberapa media online program “louncing Jaga Desa” sempat menuai polemik akibat dugaan pungutan liar yang dilakukan saat peluncuran program. Meski Kejaksaan setempat membantah keterlibatan, beberapa kepala desa sempat dipanggil untuk klarifikasi.
Di Subulussalam sendiri, kegiatan Bimtek tersebut juga diduga memiliki kelemahan serius yang salahsatunya dalam aspek legalitas. Sempat di pertanyakan mengapa setiap Bimtek aceh yang dilaksanakan di Medan abang saja pemainnya, tanya awak media, “Saya hanya pekerja bang, berkawan lah kita, kan sudah kenal,” jawab Wandi yang mengaku utusan dari Global Edukasi Prospek [G E n P r o] sebagai lembaga pelaksana yang di wakili nya disebut belum memiliki sertifikasi resmi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), maupun pengakuan sebagai Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) atau Lembaga Pelatihan Kerja (LPK). Belum lagi Narasumber apakah sudah memiliki sertifikasi uji kompetensi terkait pemberian materi maupun prakteknya.
Banyak pimpinan para Lembaga Sosial Masyarakat mendesak aparat penegak hukum untuk segera memanggil Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (PMK) Kota Subulussalam, Ketua APDESI, BKAD dan Para Kepala desa serta pihak G E n P r o guna dimintai keterangan lebih lanjut. “Ini terindikasi sebagai bentuk korupsi yang terstruktur dan sistematis dan massif,” tegas mereka.
Sementara itu, Kadis PMK Subulussalam, Hamdansyah, saat dikonfirmasi media hanya memberikan jawaban singkat melalui pesan tertulis. “Saya baru menjabat. Kegiatan ini sudah ditampung di anggaran desa masing-masing. Dinas tidak tahu-menahu tentang itu. Untuk lebih lanjut tanyakan pada kepala desa masing-masing dan lembaga terkait bagaimana perjanjian mereka,” ujarnya. Saat dimintai komentar tambahan, Hamdansyah hanya menjawab “No Comment”.
Sikap pasif Kadis PMK tersebut dinilai mengecewakan, terutama di tengah upaya pemerintah pusat di bawah pimpinan Presiden Prabowo-Gibran untuk mendorong efisiensi anggaran dan transparansi penggunaan dana desa.
Sejumlah pihak kini mendesak Bupati Subulussalam untuk segera mengevaluasi kinerja Plt. Kadis PMK yang dinilai tidak memiliki otoritas maupun kepedulian terhadap program-program desa. “Anggaran desa seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kemajuan masyarakat, bukan untuk ikut pelatihan kelistrikan yang terkesan abal-abal di hotel mewah,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Dari pantauan tim media pada senin sampai pukul 19.⁰⁰ Wib malam para peserta masih berdatangan dari kota Subulussalam untuk mengikuti kegiatan yang terkesan dipaksakan. Info yang di perolah dari para peserta. “Gak enaklah bang kami gak datang soalnya sudah bayar mahal”. Ucap salah seorang peserta pada awak media.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik dan diharapkan mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat, penegak hukum serta pemerintah daerah. Tim Redaksi.