TLii | Aceh | Gayo Lues | Blangkejeren – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dilaksanakan pemerintah di sekolah-sekolah penerima manfaat di Kabupaten Gayo Lues kembali menjadi sorotan. Hal ini tidak lepas dari maraknya pemberitaan kasus keracunan massal di Jawa Barat, yang membuat masyarakat semakin waspada akan kualitas makanan dalam program tersebut. Bahkan, di Blangkejeren sendiri pernah viral kasus dugaan makanan basi yang diterima siswa dari MBG.
Menanggapi hal itu, Elvan Barat, salah seorang guru di SD Negeri 13 Blangkejeren, mengungkapkan pandangannya dalam bincang santai bersama Kang Juna Reporter Gayo, Rabu (1/10/2025). Ia menyampaikan bahwa program MBG sejatinya memiliki tujuan baik, namun masih ada sejumlah hal yang perlu diperbaiki agar benar-benar bermanfaat bagi siswa.
Elvan menekankan pentingnya pengawasan ketat dari instansi terkait. Menurutnya, BPOM, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan Kabupaten harus hadir lebih aktif dalam mengawasi kualitas bahan makanan serta proses distribusinya.
“Bahan pokok, terutama sayur-sayuran dan lauk, harus higienis dan layak konsumsi. Jangan sampai ketika sampai ke tangan siswa, kualitasnya sudah menurun bahkan basi. Proses distribusi dari dapur hingga sekolah pun tidak boleh luput dari pantauan,” ujar Elvan.
Selain pengawasan, ia juga menyoroti pembagian tugas di sekolah. Selama ini, guru kerap harus turun tangan membagikan makanan kepada siswa, meski sedang dalam jam mengajar.
“Seharusnya ada petugas khusus, baik dari pihak sekolah maupun dari penyelenggara MBG. Kalau guru ikut membagi makanan, jelas mengganggu jalannya proses belajar-mengajar. Dengan adanya petugas khusus, guru bisa tetap fokus mengajar, sementara distribusi makanan tetap berjalan lancar,” jelasnya.
Lebih lanjut, Elvan menekankan pentingnya keterbukaan, bukan hanya soal angka anggaran, tetapi juga penyesuaian menu dengan anggaran yang tersedia. Menurutnya, hal ini sangat membantu sekolah untuk memastikan menu yang disajikan tetap seimbang dan sesuai kebutuhan gizi siswa.
“Kalau ada transparansi menu, pihak sekolah bisa tahu apa yang akan diberikan kepada anak-anak. Idealnya, menu besok sudah diinformasikan sejak hari sebelumnya, supaya sekolah dan guru bisa ikut mengawasi. Dengan begitu jelas, apakah menu itu sesuai dengan anggaran dan kebutuhan gizi anak-anak,” tambahnya.
Lebih jauh, Elvan berharap agar evaluasi yang berangkat dari pengalaman guru di lapangan bisa menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah maupun pihak penyelenggara MBG.
“Tujuan MBG ini mulia, untuk mendukung tumbuh kembang anak agar sehat dan semangat belajar. Tapi kalau pengawasan longgar, distribusi tidak tertata, dan anggaran tidak jelas, justru bisa menimbulkan masalah baru. Ini soal masa depan generasi kita, jadi semua pihak harus serius mengawalnya,” pungkas Elvan.
(Kang Juna)