Ayu Lestari (Foto istimewa penulis)
TIMELINES INEWS
Oleh: Ayu Lestari
Hembusan angin malam terasa begitu dingin. Aku duduk di teras depan rumah, memandangi langit malam yang dihiasi gemerlap bintang dan cahaya bulan yang begitu indah menyinari bumi. Sesekali terdengar kicauan burung malam yang menambah syahdu suasana. Aku termenung, diam memandangi langit luas, memikirkan satu hal yang terus terlintas di kepalaku: bagaimana caranya aku bisa menggapai mimpiku menjadi seorang dokter hebat?
Namun, saat aku masih tenggelam dalam lamunan, tiba-tiba seseorang menepuk pundakku.
“Lagi mikirin apa, Nak? Dari tadi Ibu lihat kamu ngelamun terus,” tanya Ibu dengan nada lembut.
“Astaghfirullah… Kirain siapa. Kaget, Bu! Tadi aku kira hantu,” kataku refleks.
“Ih, ada-ada aja. Masa Ibu mu sendiri dibilang hantu?” sahut Ibu sedikit kesal, tapi masih dengan nada hangat.
“Hehe, maaf ya, Bu. Soalnya Ibu datengnya tiba-tiba banget sih,” jawabku sambil tersenyum malu, tangan reflek memegang telinga sebagai tanda minta maaf.
“Terus, sebenarnya kamu mikirin apa?” tanya Ibu lagi, kini duduk di sampingku.
“Aku cuma lagi mikir, Bu… Gimana ya caranya bisa nggapai cita-cita? Rasanya berat banget,” jawabku pelan.
“Ya sudah, terusin aja mikirnya. Tapi jangan lupa, belajar yang rajin, jangan malas, dan jangan gampang nyerah, ya,” pesan Ibu sebelum kembali masuk ke dalam rumah.
Aku memandangi punggung Ibu yang perlahan menghilang di balik pintu, lalu kembali terdiam.
“Apa aku bisa benar-benar meraih cita-citaku? Apa aku mampu berjuang dan melalui semua prosesnya? Kadang aku ragu… bahkan pada diriku sendiri.” gumamku dalam hati.
Waktu berjalan cepat, hingga tak sadar malam semakin larut. Suasana rumah makin sepi. Aku bangkit dari tempat duduk, masuk ke rumah, dan mengunci semua pintu. Setelah memastikan semuanya aman, aku masuk kamar, merebahkan tubuhku di atas kasur. Meski mata mulai mengantuk, pikiranku masih saja dipenuhi berbagai pertanyaan tentang masa depan. Lelah, akhirnya aku tertidur malam itu.
Pagi pun datang. Aku terbangun saat suara adzan subuh berkumandang.
“Allahu Akbar… Allahu Akbar…” suara azan berkumandang merdu,namun ketika berkumandang ada semangat baru yang entah dari mana datangnya.
Aku mengusap wajah dan bangkit dari tempat tidur. Setelah mandi dan mengambil air wudhu, aku keluar dari kamar mandi dan melihat Ibu sudah berada di dapur, menyiapkan sayur.
“Pagi, Bu. Lagi masak sayur apa nih?” tanyaku sambil mendekat.
“Pagi juga. Tumben, udah mandi sepagi ini,” jawab Ibu tersenyum. “Ibu lagi mau masak sayur kangkung.”
“Hehe, iya Bu. Yaudah, aku mau sholat dulu terus siap-siap sekolah,” jawabku.
“Iya, Nak. Nanti abis itu kita sarapan bareng, ya.”
Aku kembali ke kamar untuk sholat, lalu bersiap-siap. Tak butuh waktu lama, aku selesai dan keluar menuju meja makan. Di sana, Ayah, Ibu, dan adikku sudah menunggu.
Kami pun duduk bersama dan mulai sarapan. Suasana hangat menyelimuti pagi itu.
“Nak,” Ibu membuka percakapan, “udah kepikiran belum gimana caranya kamu bisa meraih cita-citamu?”
Aku menunduk sejenak.
“Belum, Bu… Aku takut. Takut gagal,” jawabku jujur.
“Kamu harus percaya sama diri kamu sendiri. Jangan takut gagal. Belajar yang rajin, terus semangat, dan jangan pernah nyerah, ya,” kata Ibu penuh semangat.
“Iya. Ayah juga yakin, kamu pasti bisa. Kegagalan itu bagian dari proses. Selama kamu mau terus belajar dan berusaha, kamu pasti sampai di sana,” tambah Ayah, meyakinkanku.
“Terima kasih, Bu, Yah… cita-citaku memang jadi dokter,” ucapku pelan tapi yakin.
“Wah, dokter ya? Keren itu. Ibu dan Ayah dukung sepenuhnya. Kamu pasti bisa!” seru Ayah sambil tersenyum bangga.
Setelah sarapan, aku kembali ke kamar untuk bersiap berangkat ke sekolah. Kata-kata mereka terus terngiang di kepalaku, menenangkan dan menguatkanku.
“Aku pasti bisa… Ayo Ayu, kamu harus semangat! Jangan menyerah. Belajar yang rajin, semua ini demi impianmu.”
Aku pun berdiri, mengambil tas, dan menatap cermin.
Hari itu aku berjanji pada diriku sendiri,aku akan selalu belajar dengan sungguh-sungguh, tidak mudah menyerah, dan akan terus bersemangat, dalam keadaan senang maupun sedih. Demi cita-cita yang sejak lama kupeluk dalam hati, mulai hari ini dan seterusnya… aku akan melangkah dengan keyakinan menuju mimpiku.