TLii | ACEH | Aceh Tengah, Mukim, Ketua Forum Reje Kampung seKecamatan Linge dan Tokoh Masyarakat Linge hari ini bertemu dengan Bupati dan PT THL di Ruang Kerja Bupati Aceh Tengah. Kamis, (22/05/2025).
Acara yang di hadiri oleh forkopimda dan Instansi terkait ini berjalan dengan baik dan menghasilkan kesepakatan antara Masyarakat, Pemerintah dan PT. THL.
Sebuah babak penting dalam konflik agraria di Kabupaten Aceh Tengah, terjadi pada hari tersebut diatas,
Pemerintah Daerah, PT. Tusam Hutani Lestari (THL), dan perwakilan masyarakat dari Kecamatan Linge, Bintang, dan Ketol akhirnya menyepakati pengembalian sejumlah hak vital masyarakat yang selama ini dikuasai dalam konsesi perusahaan kehutanan.
Selama lebih dari satu dekade, masyarakat di Kecamatan Linge terus memperjuangkan hak atas tanah yang mereka warisi secara turun-temurun. Tanah pemukiman, sawah, kebun, bahkan areal pekuburan secara sepihak masuk dalam kawasan konsesi PT. THL, yang memegang izin pengelolaan hutan di wilayah tersebut. Kondisi ini menimbulkan keresahan sosial, kemiskinan struktural, dan kemarahan warga yang merasa kehilangan hak ulayat dan sumber kehidupan mereka.
“Anak cucu kami tak bisa lagi bertani di tanah sendiri. Bahkan kuburan nenek moyang pun masuk dalam peta perusahaan,” ujar salah satu tokoh adat Linge yang turut hadir dalam pertemuan dengan Bupati.
Tuntutan Tegas dari Masyarakat Kecamatan Linge
Dalam pertemuan resmi yang berlangsung di Ruang Kerja Bupati Aceh Tengah, perwakilan masyarakat menyampaikan lima tuntutan utama kepada PT. THL dan pemerintah yaitu mulai dari pengembalian lahan vital dan adat, peninjauan ulang status kawasan hutan, hingga kepastian hukum melalui penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM).
Untuk lebih terperinci sebagai berikut:
1. Kembalikan hak Vital Masyarakat, wilayah Pemukiman, Persawahan, dan Perkebunan dari lahan Konsensi PT.THL ke Masyarakat se Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.
2. Meninjau kembali Lahan Adat yang masuk dalam kawasan konsensi PT.THL untuk di kembalikan ke masing masing wilayah sesuai dengan ke pemanfaatannya.
3. Pemerintah untuk dapat meninjau kembali status Kawasan Hutan di Kecamatan Linge untuk dapat di ubah sesuai ke pemanfaatannya.
4. Memfasilitasi warga Kecamatan Linge untuk memperoleh Sertifikat Hak Milik (SHM) Tanah Rumah, tanah Sawah, Tanah Perkebunan.
5. Menguatkan kembali hak ulayat Masyarakat se Kecamatan Linge sesuai dengan ketentuan Perundang Undangan yang berlaku.
Dengan adanya pertemuan ini Pemerintah Daerah dan PT THL menyepakati seluruh permintaan Masyarakat kecamatan Linge hingga kesepakatan tersebut dibuat dalam bentuk berita acara ditanda tangani oleh seluruh Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kabupaten Aceh Tengah, Pimpinan PT.Tusam Hutani Lertasi (THL), KPH Wilayah III Aceh dan perwakilan Masyarakat Kecamatan Linge, Bintang dan Ketol Kabupaten Aceh Tengah, dengan poin poin sebagai berikut:
1. Memfasilitasi pengembalian hak Vital Masyarakat, wilayah Pemukiman, Persawahan, Perkebunan, Area Peternakan dan Perkuburan dari lahan Konsensi PT.THL ke Masyarakat seKecamatan Linge, Bintang dan Ketol Kabupaten Aceh Tengah.
2. Akan memfasilitasi Pengembalian Lahan Adat yang masuk dalam kawasan konsensi PT. THL untuk dikembalikan kepada masing-masing wilayah sesuai dengan pemanfaatannya.
3. Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tengah akan meninjau kembali status Kawasan Hutan di Kecamatan Linge, Bintang dan Ketol untuk dapat diubah sesuai dengan peruntukkannya.
4. Memfasilitasi warga Kecamatan Linge untuk memperoleh Sertifikat Hak Milik (SHM) Tanah Rumah, Tanah Sawah, Tanah Perkebunan.
5. Menguatkan kembali hak Uayat Masyarakat se Kecamatan Linge, Bintang dan Ketol sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.
6. APL yang dikuasi oleh PT. THL dikembalikan ke wilayah Adat atau Perhutanan Sosial.
Kesepakatan bersama ini dibuat sebagai wujud komitmen bersama untuk menjalankan tuntutan masyarakat kecamatan Linge, Bintang dan Ketol sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. tulisan penutup dari hasil kesepakatan
Catatan Kritis dan Tantangan Implementasi
Meski disambut positif, kesepakatan ini menyisakan banyak pertanyaan penting: Seberapa serius komitmen implementasi dari pihak perusahaan? Apakah pemerintah memiliki keberanian politik untuk menegakkan hasil kesepakatan ini di tengah tekanan kepentingan ekonomi?
salah satu tokoh masyarakat yang tidak mau disebut kan namanya menilai bahwa berita acara ini baru langkah awal. “Masih dibutuhkan audit lapangan, verifikasi batas adat, dan mekanisme hukum yang jelas agar kesepakatan ini tidak berhenti sebagai dokumen kosong,” Jelasnya.
Akhir dari Penjajahan Tanah atau Sekadar Janji Politik?
Dengan ditandatanganinya kesepakatan ini, masyarakat linge berharap bahwa konflik struktural antara masyarakat adat dan korporasi kehutanan di Aceh Tengah menemukan titik terang. Namun perjalanan masih panjang. Pemantauan independen, transparansi data konsesi, dan partisipasi aktif masyarakat adat menjadi kunci untuk mengawal proses restitusi ini agar berjalan adil dan berkelanjutan. (Red)