Oleh : Budi Gayo, S.H., M.H.
“Penulis merupakan Ketua Umum Perkumpulan Mahasiswa Gayo Lues Se-Indonesia Periode 2022/2024”
Usai pemilihan umum 2024 pada bulan April lalu, Masyarakat Gayo Lues harus Kembali menyambut pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada tanggal 27 November 2024 mendatang. Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia secara resmi mengeluarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024. Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024 ini setidak-tidaknya memuat seluruh tahapan mulai dari persiapan, perencanaan, pembentukan badan ad hoc, penyusunan daftar pemilih, pendaftaran pasangan calon, masa kampanye, pemungutan dan perhitungan suara, pengangkatan calon terpilih hingga pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih.
Pada pilkada serentak ini, Masyarakat Gayo Lues diharapkan untuk memaksimalkan hak pilihnya untuk ikut terlibat didalam menentukan masa depan Gayo Lues Lima tahun kedepan. Sebab, Pilkada memiliki posisi yang strategis dalam membangun demokrasi dalam masa transisi minimal sampai tingkatan daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, agar Pilkada tersebut memiliki daya ungkit yang besar dalam menciptakan demokrasi yang bermartabat yang penyelenggaraannya harus mengacu pada prinsip (luber jurdil) mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib penyelenggara Pemilu, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas.
Posisi dan komposisi Komisi Independen Pemilihan Gayo Lues diharapkan mampu untuk memikul prinsip-prinsip idealis pemilu untuk menciptakan Pilkada yang berkualitas dan penulis juga menaruh harapan besar kepada Forkopimda yang diketuai oleh Pj Bupati Gayo Lues untuk sekiranya mampu meminimalisir gesekan-gesekan yang terjadi pada elemen-elemen yang terlibat dalam pilkada serentak ini. Penulis merasa hal ini cukup penting, mengingat Kabupaten Gayo Lues masuk sebagai Kabupaten zona merah atau salah satu daerah rawan konflik dari 23 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Aceh yang berangkat dari catatan Sejarah bahwa sempat terjadi kerusuhan pada pilkada tahun 2012 silam.
Terlepas dari itu semua, ada hal yang jauh lebih penting dari sekedar tekhnis. Bukan sekedar kuantitas tapi juga soal kualitas dari setiap paslon yang maju pada perhelatan kontestasi pilkada Kabupaten Gayo Lues. Terdapat Tiga paslon yang maju pada pilkada Gayo Lues Periode ini, yang diantaranya Paslon Said Sani-Saini, Paslon Suhaidi-Maliki dan Paslon Ismail-M. Ridha Syahputra. Awalnya Komisi Independen Pemilihan Kabupaten Gayo Lues hanya meloloskan Dua dari Tiga paslon yang sebelumnya sudah melalui tahapan pendaftaran karena Paslon Ismail-M. Ridha Syahputra dinilai tidak memenuhi syarat. Sehingga KIP Gayo Lues mengumumkan setelah melalui proses verifikasi bahwa hanya paslon Said Sani-Saini dan Paslon Suhaidi-Maliki yang akan bertarung untuk memperebutkan Kursi nomor Satu di Kabupaten Gayo Lues. Setelah menempuh Upaya hukum melalui Tim Hukum Ismail-M. Ridha Syahputra, akhirnya KIP Kabupaten Gayo Lues lues meloloskan paslon Ismail-M. Ridha Syahputra untuk ikut menjadi salah satu paslon Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Gayo Lues.
Berdasarkan realitas yang ada, masyarakat Kabupaten Gayo Lues kini dihadapkan dengan Tiga pilihan untuk menetukan siapa sebenarnya yang paling ideal untuk menjadi orang nomor Satu di Kabupaten yang bertajuk Negeri Seribu Bukit tersebut. Berangkat dari hal itu, penulis mengajak untuk merenung bahwa sebenarnya apa alasan yang paling tepat untuk dijadikan preferensi realistis untuk memenangkan paslon terbaik sehingga mampu memimpin Gayo Lues minimal Satu periode kedepan.
Bagi penulis, problem di Gayo Lues itu begitu kompleks, tidak akan bisa dituntaskan oleh orang yang sekedar memiliki pengalaman, tidak ada jaminan bahwa Pendidikan yang tinggi mampu menganalisa semua struktur masalah yang ada, tidak ada kepastian apapun yang menjamin bahwa paslon yang dekat dengan lapisan masyarakat dan berangkat dari Non-Partai juga akan memprioritaskan kepentingan maslahah murshalah ketika muncul jadi pemenang kontestan di tangal 27 November nanti. Tetapi penulis bisa memahami, bahwa setiap paslon memiliki kelebihan serta kekurangan melekat didalamnya. Kita semua optimis bahwa Ketiga paslon adalah putra terbaik Gayo Lues serta memiliki kecintaan terhadap Kabupaten Gayo Lues sehingga ingin membuat gebrakan baru untuk perubahan, tapi untuk memimpin Gayo Lues yang begitu besar, dibutuhkan pemimpin yang bukan sekedar cinta akan daerah, tapi juga paham akan masalah dan isu kedaerahan Kabupaten Gayo Lues. Bukti konkrit bahwa Ketiga paslon memiliki kecintaan terhadap kabupaten Gayo Lues dapat dilihat dari visi misinya. Ketiga paslon memaparkan jika diberi kesempatan untuk memimpin Gayo Lues, mereka akan fokus terhadap sektor-sektor yang mereka paparkan pada visi misinya.
Penulis mencoba melihat ini dari sisi yang justru berseberangan. Bagi penulis visi misinya hanya diatas kertas. Sudah barang tentu visi misi dengan jenis apapun selalu terdengar indah di Telinga. Tapi yang indah belum tentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat, karena tidak jarang visi misi yang bagus itu hanya sekedar menjadi onani wacana yang tidak berujung pada pembuktian konkrit, atau bisa saja visi misi tersebut terealisasi tapi tidak mendobrak peningkatan apapun.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, problem dan masalah di Gayo Lues itu kronis, misalnya kita ambil contoh pada sektor yang paling besar, misalnya masalah ekonomi, kemiskinan, kesehatan, pendidikan dan masalah ini tidak pernah berubah dari periode ke periode secara berjenjang. Akhirnya penulis mencoba membuat semacam hipotesa awal yang sederhana untuk mencari tau bahwa masalahnya terletak dibagian mana. Minimal sampai tulisan ini dibuat, penulis berkesimpulan setidak-tidaknya ada dua yang membuat problem yang begitu kompleks di Gayo Lues tidak pernah tuntas. Pertama, jangan-jangan pimpinan daerah/kepala daerah tidak tau apa yang menjadi masalah. Kedua, bisa jadi kepala daerah tau tapi tidak peduli dan tidak mau tau soal masalah tersebut. Tentu jika demikian apapun alasannya, kepala daerah yang pernah memimpin Gayo Lues gagal total.
Oleh karena itu, penulis Bersama tulisan ini tidak berharap banyak. Tapi paling tidak tulisan ini dapat memberi sudut pandang dengan variable lain bagi orang yang sampai saat ini belum dapat menentukan pilihannya.
Bagi penulis, setidak-tidaknya ada Tiga metode paling realistis yang dapat dijadikan preseden dalam menentukan pilihan dalam kontestasi Pilbub Kabupaten Gayo lues. Pertama, pastikan bahwa calon tau akan setiap masalah dan kebutuhan masyarakat Gayo Lues. Jangan sampai hanya sekedar memiliki ambisi besar untuk memimpin Gayo Lues, sementara tidak ada solusi yang ditawarkan baik melalui visi misinya maupun melalui wacana-wacana besar yang disampaikan pada saat kampanye berlangsung. Kedua, kupas tuntas tentang visi dan misi dari setiap calon, tidak jarang paslon sekedar memberikan angin surga dalam visi misinya, sementara jika kita telaah lebih dalam terkadang visi misinya sama sekali tidak masuk akal dan melenceng dari prinsip skala prioritas. Dan yang Ketiga, Pastikan bahwa setiap poin visi dan misi itu berbanding lurus dengan fakta faktual masalah yang sudah dijelaskan diatas, visi misi yang dinilai “wah” kadang tidak satu irisan dengan kebutuhan.
Terakhir, kita punya tanggungjawab yang sama untuk mewujudkan pemilu ini berjalan dengan aman dan damai. Meskipun tidak memilih (Golput) merupakan sebuah pilihan. Penulis Kembali mengajak seluruh lapisan masyarakat khususnya Mahasiswa Gayo Lues untuk menggunakan hak pilihnya dengan baik. Kesampingkan money politik, singkirkan politik jualan obat, dan hempaskan politik warung kopi, maka Insyaallah posisi Gayo Lues yang selalu ada dideretan paling bawah dibidang ekonomi, pendidikan dan kesehatan dapat terdobrak dan mengalami peningkatan. Meskipun ini tidak mudah, paling tidak ini harus dimulai dari kesadaran diri dari setiap individu.