TLii >>> PIDIE JAYA – Senja baru saja turun di Meunasah Bie, Kecamatan Meurah Dua, ketika dua keluarga yang sempat berselisih akhirnya duduk berhadapan. Wajah-wajah tegang mulai luluh, kata maaf mulai terucap, dan tangan yang sempat mengepal kini saling berjabat erat.
Di tengah suasana penuh haru itu, Polsek Meurah Dua, Polres Pidie Jaya, menjadi jembatan perdamaian melalui mekanisme Restorative Justice — sebuah pendekatan hukum yang menempatkan hati dan kemanusiaan di atas segalanya.
Kapolres Pidie Jaya, AKBP Ahmad Faisal Pasaribu, S.H., S.I.K., M.H., melalui Kasi Humas AKP Mahruzar Hariadi, Senin (6/10/2025), menjelaskan bahwa perkara ini bermula dari laporan seorang perempuan, ZT, terhadap MN, terkait dugaan penganiayaan yang terjadi pada Jumat sore, 3 Oktober 2025.
Namun, berkat kebijaksanaan aparat dan peran tokoh gampong, proses mediasi berjalan dengan suasana kekeluargaan. Saksi, keluarga, dan perangkat gampong turut hadir menjadi saksi lahirnya perdamaian yang tulus.
“Pihak terlapor mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan serupa. Ia juga bersedia menanggung biaya pengobatan serta memperbaiki sepeda motor milik pihak korban,” ungkap AKP Mahruzar dengan nada lega.
Sebagai wujud kedamaian, pihak korban pun mencabut laporan polisi dan menyatakan tidak akan menuntut di kemudian hari. Kedua belah pihak menandatangani kesepakatan, disertai komitmen untuk hidup damai dan saling menghormati.
Langkah ini menjadi bukti bahwa hukum bukan hanya tentang sanksi dan pidana, tetapi juga tentang pemulihan dan kemanusiaan. Restorative Justice telah menjadi jembatan bagi masyarakat untuk kembali bersatu, menjaga harmoni, dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kehadiran Polri di tengah rakyatnya.
Malam itu, di Meunasah Bie, suara takbir kecil terdengar , Sebuah tanda bahwa kedamaian baru saja lahir—bukan dari ruang sidang, tetapi dari hati yang ikhlas untuk saling memaafkan. (JN)