AB bersama Kapospampol Blangpegayon.Aiotu Joko Ansari SH, Aiptu Said Edi Yuspa dan Syahriyan bhabinkamtibmas.
TLii | ACEH | GAYO LUES | Blangkejeren, AB (55 tahun) Seorang petani dari Desa Kong Bur, Kecamatan Blangpegayon, Gayo Lues melaporkan dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum Pengulu Kampung berinisial SR (45 tahun) ke Pospampol Blangpegayon Polsek Blangkejeren pada Selasa malam (02/09/2025) sekitar pukul 22.00 WIB.

Berdasarkan keterangan AB, kejadian bermula ketika ia sepulang dari shalat magrib di masjid bertemu dengan SR. Keduanya terlibat percakapan singkat terkait pemindahan Kartu Keluarga (KK) milik mantan menantu AB yang telah berpisah rumah selama kurang lebih dua tahun. SR menerangkan kepada AB bahwa mantan menantu AB datang ke rumah AB untuk mengambil KK lama untuk di pindahkan data nama ke KK baru.
Dalam percakapan tersebut, karena mantan menantu AB ketika datang kerumah AB pada saat AB tidak sedang berada dirumah, AB menyampaikan rasa kecewanya karena merasa Pengulu kampung seperti memperlakukan dirinya kurang adil di lingkungan desa Kong Bur.
Mendengar ucapan AB, SR langsung tersinggung mengambil batu dan melemparkan batu ke arah AB sehingga mengenai tangan kanan AB, yang mengakibatkan luka, Jelas AB.
Setelah kejadian tersebut, AB sempat berupaya menghubungi perangkat adat desa untuk melaporkan peristiwa tersebut, namun tidak ada yang bisa dihubungi nya.
Selanjutnya, AB bersama anaknya dan seorang saksi mendatangi Pospampol Blangpegayon untuk membuat laporan pengaduan resmi.
Kapospampol Blangpegayon, Aiptu Joko Ansari, SH, yang menerima laporan tersebut membenarkan adanya kejadian penganiayaan tersebut.
Pihak kepolisian, kata Joko, tetap berkomitmen untuk melayani setiap laporan masyarakat tanpa ditolak. Namun, sesuai dengan keistimewaan Aceh dalam bidang hukum, penyelesaian perkara harus berpedoman pada Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat, Jelas Joko.
Dalam qanun tersebut, khususnya Pasal 13, diatur 18 perkara adat yang menjadi kewenangan lembaga adat untuk diselesaikan melalui mekanisme adat. Beberapa di antaranya adalah:
Perselisihan dalam rumah tangga;
Perselisihan antara warga;
Perselisihan tentang hak milik;
Perselisihan di pasar;
Penganiayaan ringan;
Pelecehan, fitnah, hasut; dan pencemaran nama baik;
Pencurian ringan;
Persoalan lain yang melanggar adat istiadat
“Kasus pemukulan yang dialami oleh saudara AB termasuk dalam kategori penganiayaan ringan, sehingga secara hukum adat Aceh masuk ke dalam perkara adat yang dapat diselesaikan di tingkat desa melalui mekanisme perdamaian adat,” jelas Joko.
Lebih lanjut, Joko menegaskan bahwa penyelesaian perkara melalui hukum adat bukan berarti mengesampingkan hukum pidana nasional, melainkan menjadi langkah restorative justice yang diutamakan di Aceh. Mekanisme adat melibatkan perangkat desa seperti pengulu, jema tue, imam, dan tokoh adat lainnya untuk mencari solusi damai, adil, dan menjaga keharmonisan warga.
“Saya bersama Bhabinkamtibmas Desa Kong Bur dan Cinta Maju siap untuk mendampingi perangkat desa, memediasi kedua belah pihak. Harapan kami, permasalahan ini dapat diselesaikan secara musyawarah sehingga tercapai perdamaian dan tidak menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Redaksi masih berupaya melakukan konfirmasi kepada Oknum Kepala Desa tersebut diatas. ( )