TLii | ACEH | GAYO LUES – Pernyataan Kepala Dinas Pertanian Gayo Lues, Juanda Syahputra, SH., MH., yang menyebut daerah ini mengalami surplus padi, memicu respons keras dari Ketua DPC APDESI Gayo Lues sekaligus pengusaha kilang padi UD Netral, Suhardiansyah.
Kontroversi mencuat usai Juanda menyampaikan data tersebut dalam wawancara bersama tim Diskominfo Gayo Lues pada Selasa, 3 Juni 2025, seusai Rapat Koordinasi Percepatan Swasembada Pangan Menghadapi Musim Kemarau 2025 yang digelar di Makodim 0113 Gayo Lues.
Dalam pernyataannya, Juanda menyebutkan bahwa Gayo Lues memiliki lebih dari 4.200 hektare lahan sawah, dengan produksi padi tahunan mencapai 32 ribu ton. Ia mengklaim bahwa kebutuhan konsumsi masyarakat hanya sekitar 25 ribu ton per tahun. “Jika melihat data ini, maka Gayo Lues mengalami surplus padi,” ujarnya optimistis.
Namun, realita di lapangan jauh dari pernyataan tersebut. Dalam diskusi santai bersama reporter Seputar Gayo Lues, Kang Juna, dan wartawan Lintas Aceh, Ishak Daud, yang berlangsung di Blower Coffee House pada Selasa, 10 Juni 2025, Suhardiansyah menyatakan keprihatinannya terhadap ketimpangan antara data dan fakta di lapangan.
> “Kalau memang surplus, mestinya pasar kita penuh beras lokal. Tapi kenyataannya, beras yang beredar mayoritas berasal dari luar Gayo Lues. Kemasan-kemasannya jelas mencantumkan merek luar daerah, sedangkan beras lokal kita bahkan belum punya brand yang kuat,” tegasnya.Sebagai pelaku usaha penggilingan padi, Suhardiansyah menyebut bahwa hasil panen riil petani di Gayo Lues hanya sekitar 2,9 ton per hektare, bukan 4,8 ton seperti yang diklaim Dinas Pertanian. Jika dikalikan dengan total luas lahan 4.246 hektare, maka produksi gabah hanya mencapai sekitar 12.313 ton per tahun—jauh dari angka 32 ribu ton yang disebutkan pejabat dinas.
Selain itu, proses konversi gabah menjadi beras juga disebut mengalami susut signifikan. Dari 11 kg gabah basah, hanya dihasilkan sekitar 6,7 kg beras siap konsumsi. Sisanya menjadi sekam, dedak, dan menir (beras pecah).
Data dari Mana? Kami yang Beli Langsung dari Petani
“Lahan 4.246 hektare itu perlu dicek kembali validitasnya. Jangan-jangan datanya hanya di atas kertas,” tegasnya.
Di tempat lain Dermawan Gayo, dalam pesan Facebook-nya menguatkan kritik Suhardiansyah. Ia menyebut data yang diklaim dinas pertanian tidak sesuai kenyataan.> “Kami ini langsung beli dari petani. Kami lebih tahu kondisi di lapangan. Data dari mana itu diambil? Turun ke lapangan pun tak pernah kulihat,” tulis Dermawan.
Ia juga mengungkap kondisi menyedihkan petani di beberapa wilayah seperti daerah Badak. Menurutnya, banyak petani terpaksa berutang bibit, pupuk, bahkan kebutuhan sehari-hari kepada lintah darat. Begitu panen tiba, harga padi mereka ditekan hingga hanya dibayar separuh dari harga pasar.
> “Banyak petani harus ngutang beras ke istri saya sebelum panen. Panennya masih tiga bulan lagi, tapi sudah nggak cukup makan,” curhat Dermawan.
Dermawan juga menambahkan bahwa sekitar 70% lahan sawah “Sinen”, kini telah berpindah tangan ke pejabat dan orang kaya, karena petani terpaksa menjualnya demi kebutuhan harian dan biaya pendidikan anak.
Melihat ketimpangan antara laporan resmi dan kondisi riil, Suhardiansyah mendesak Bupati Gayo Lues untuk segera memerintahkan evaluasi menyeluruh terhadap data pertanian, termasuk pemetaan ulang lahan sawah dan produktivitas panen.
> “Kalau kebijakan dibangun dari data yang tidak akurat, maka dampaknya bukan sekadar angka. Ini menyangkut hidup mati petani kita,” pungkasnya.
Reporter: Kang Juna Seputar Gayo Lues