TLii | KAKANWIL KEMENKUMHAM SUMUT
30/10/2025
TIMELINES INEWS INVESTIGASI, Jakarta Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menggelar pertemuan dengan pengurus Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) untuk membahas mekanisme dan skema pembayaran royalti lagu dan/atau musik bagi lembaga penyiaran radio. Pertemuan berlangsung pada Kamis (30/10/2025) di kantor LMKN, Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Ketua LMKN Pencipta, Andi Mulhanan Tombolotutu, menyampaikan bahwa pertemuan ini merupakan langkah awal dalam membangun kesepahaman antara regulator dan pelaku industri penyiaran. Menurutnya, LMKN terbuka terhadap berbagai masukan dari asosiasi radio untuk merumuskan skema pembayaran royalti yang adil dan realistis.

“LMKN butuh masukan dan saran dari pengurus PRSSNI agar dapat mengambil langkah yang tepat dan strategis ke depan terkait pembayaran royalti,” ujar Andi Mulhanan.
LMKN berharap hasil diskusi ini dapat menjadi dasar dalam penyusunan kebijakan tarif royalti yang tidak hanya berpihak pada pencipta lagu dan musisi, tetapi juga memperhatikan kondisi finansial lembaga penyiaran radio di seluruh Indonesia.
Komisioner LMKN, M. Noor Korompot, menegaskan bahwa penghargaan terhadap hak ekonomi dan hak moral para pencipta lagu harus tetap dijalankan meskipun banyak pengelola radio menghadapi tekanan ekonomi.
“Pengelola radio saat ini memang dalam kondisi yang miris dari sisi omzet, namun LMKN meminta agar penghargaan terhadap hak komersial dan hak moral wajib dilaksanakan sesuai kebijakan tarif royalti yang diatur dalam PP Nomor 56 Tahun 2021,” jelas Noor Korompot.
Ia menambahkan, LMKN menerima usulan dari pihak radio untuk meninjau kembali tarif royalti. Namun, penyesuaian tersebut memerlukan kajian mendalam dan data yang akurat.
“Peninjauan kembali membutuhkan waktu dan analisis data yang jelas. Tarif yang rasional harus diukur dari banyak parameter, termasuk laporan pajak yang menunjukkan omzet usaha setahun,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum PRSSNI, M. Rafiq, menyambut baik langkah LMKN yang membuka ruang dialog dengan pelaku industri radio. Ia mengungkapkan bahwa sejak tahun 1989, asosiasi radio swasta telah membayar royalti kepada pencipta lagu dan musisi melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Karya Cipta Indonesia (KCI).
“Asosiasi Radio Swasta berdiri pada 1974 dan memiliki 546 anggota di 153 kota di Indonesia. Kami telah membayar royalti musik dan lagu sejak 1989 melalui KCI,” kata Rafiq.
Namun, menurutnya, persoalan muncul ketika pemerintah menetapkan tarif royalti tanpa melibatkan PRSSNI, yang berujung pada kebuntuan mekanisme penagihan royalti di sektor penyiaran radio.
Untuk itu, Rafiq mengusulkan skema baru berdasarkan kategori radio, yakni: kategori A sebesar Rp1,5 juta per tahun, kategori B Rp1 juta per tahun, dan kategori C Rp500 ribu per tahun.
“Format radio di Indonesia sangat beragam. Ada yang memutar musik, ada yang fokus pada berita.
Bahkan, beberapa radio di Jawa Tengah hanya menyiarkan musik wayang,” jelasnya.
Pertemuan antara LMKN dan PRSSNI ini diharapkan menjadi awal dari terbentuknya kebijakan baru yang lebih proporsional, melindungi hak pencipta lagu, sekaligus menjaga keberlanjutan industri radio nasional, Tutupnya.
(***)





































