JAWA BARAT — Rentetan banjir bandang dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera tidak hanya dipandang sebagai peristiwa alam semata. Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) menyatakan siap melangkah lebih jauh dengan menempuh jalur hukum terhadap pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab atas bencana yang merenggut banyak korban jiwa dan menghancurkan ruang hidup masyarakat.
Ketua Umum Parmusi, Ali Amran Tanjung, menegaskan bahwa organisasinya tidak ingin berhenti pada penyampaian duka dan aksi kemanusiaan. Menurut dia, penderitaan rakyat harus direspons dengan upaya mencari akar persoalan secara serius, termasuk kemungkinan adanya kesalahan atau kelalaian manusia yang memperparah dampak bencana di berbagai daerah Sumatera.
Bencana tersebut, kata Ali Amran, telah meninggalkan luka sosial yang mendalam. Selain menelan korban jiwa dan menyebabkan ribuan warga kehilangan tempat tinggal, bencana juga merusak sarana ibadah dan pendidikan umat. Masjid, musala, madrasah, serta fasilitas sosial lainnya dilaporkan mengalami kerusakan berat, bahkan tidak sedikit yang musnah tersapu banjir dan longsor.
Dalam pidato penutupan Muktamar V Parmusi di Sentul, Bogor, 24 Desember 2025, Ali Amran menekankan pentingnya empati dan keberpihakan organisasi terhadap umat dan rakyat. Ia menyatakan bahwa penderitaan masyarakat di wilayah bencana adalah penderitaan bersama yang menuntut tanggung jawab moral dan tindakan nyata.
Sebagai langkah awal, Parmusi akan menginstruksikan seluruh pengurus wilayah dan daerah di lokasi terdampak untuk melakukan pendataan menyeluruh. Inventarisasi tersebut mencakup jumlah korban jiwa, kerusakan permukiman, serta kerugian material dan moril yang dialami masyarakat. Data itu akan menjadi dasar untuk menentukan langkah lanjutan, termasuk upaya hukum.
Parmusi juga berencana membentuk tim investigasi guna menelaah penyebab bencana secara komprehensif. Analisis tersebut tidak hanya berfokus pada faktor alam, tetapi juga menyoroti aktivitas manusia, termasuk dugaan praktik usaha yang mengabaikan prinsip kehati-hatian dan kelestarian lingkungan.
Ali Amran menegaskan bahwa jika ditemukan bukti keterlibatan pihak-pihak yang bertindak tidak bertanggung jawab, Parmusi siap membawa perkara tersebut ke ranah hukum, baik perdata maupun pidana. Menurut dia, langkah ini akan ditempuh secara terukur dengan melibatkan tim hukum internal agar setiap proses berjalan berdasarkan data dan ketentuan hukum yang berlaku.
Ia juga menyinggung keputusan pemerintah yang telah menghentikan operasional serta mencabut izin sejumlah perusahaan yang dinilai berkontribusi terhadap terjadinya bencana. Kebijakan tersebut, menurut Ali Amran, dapat menjadi petunjuk awal adanya pelanggaran serius yang perlu ditelusuri lebih jauh, apakah sebatas administratif atau telah memenuhi unsur tindak pidana.
Parmusi menegaskan sikapnya untuk berdiri bersama korban tanpa memandang latar belakang wilayah maupun identitas. Bagi organisasi ini, penderitaan rakyat di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan daerah lain di Sumatera merupakan panggilan untuk bertindak, bukan sekadar disesali.
Kepada para korban, Ali Amran menyampaikan belasungkawa sekaligus pesan penguatan. Ia memastikan Parmusi akan terus mendorong lahirnya kebijakan negara yang lebih berpihak pada keselamatan rakyat dan perlindungan lingkungan, agar bencana serupa tidak berulang di masa mendatang.
Muktamar V Parmusi pun diharapkan menjadi titik awal penguatan peran organisasi tersebut dalam memperjuangkan kepentingan umat dan bangsa. Tidak hanya melalui kerja sosial dan dakwah, tetapi juga lewat langkah advokasi dan hukum yang diarahkan untuk menegakkan keadilan bagi para korban bencana.[]


































