TIMELINES iNEWS Investigasi | Aceh Utara — Dampak Banjir besar yang melanda Provinsi Aceh pada akhir November 2025 Meninggalkan Duka dan menciptakan krisis kemanusiaan paling serius dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian wilayah Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe lumpuh total akibat tingginya debit air, rusaknya akses jalan nasional, serta terendamnya ribuan rumah warga. Untuk memastikan bantuan darurat tiba dan langsung disalurkan ke titik bencana, Pemerintah Aceh melalui Dinas Sosial Aceh Bergerak cepat dengan meninjau arus masuk bantuan di Bandara Malikussaleh.
Sabtu sore (29/11/2025), Istri Gubernur Aceh, Ny. Marlina Muzakir, didampingi Plt. Kepala Dinas Sosial Aceh, Chaidir, S.E., M.M., turun langsung ke lokasi. Bandara Malikussaleh yang biasanya melayani penerbangan komersial kini difungsikan sebagai pusat distribusi logistik darurat, menjadi tumpuan utama penanganan bencana.
Begitu pesawat kargo BNPB mendarat, proses pembongkaran bantuan dilakukan tanpa penundaan. Puluhan relawan, petugas bandara, dan unsur TNI-Polri bekerja simultan menurunkan paket-paket logistik yang berisi makanan siap saji, tenda darurat, perlengkapan sandang, serta kebutuhan dasar lainnya.
“Bantuan harus disegerakan. Warga kita sedang dalam kondisi kritis. Banyak yang bertahan hanya dengan pakaian di badan. Mereka tidak bisa menunggu,” tegas Ny. Marlina di tengah proses penurunan logistik.
Bencana banjir ini telah menyebabkan isolasi di sejumlah wilayah. Warga di beberapa kecamatan bertahan 3–4 hari di dataran lebih tinggi tanpa suplai makanan yang memadai. Bagi pemerintah daerah, kondisi ini bukan sekadar banjir musiman, tetapi ancaman kemanusiaan yang memerlukan respons cepat dan terkoordinasi.
Plt. Kadis Sosial Aceh, Chaidir, mengungkapkan bahwa persediaan logistik di gudang Dinas Sosial Aceh berada pada kondisi paling kritis.
“Stok bantuan Aceh sudah habis. Kita mengandalkan pasokan dari pemerintah pusat dan dukungan mitra lainnya. Bantuan masuk lewat darat, laut, dan udara, tetapi banyak wilayah tetap sulit dijangkau,” ujarnya.
Ia mencontohkan Kecamatan Baktiya, salah satu wilayah terparah, di mana ketinggian air masih mencapai 1–2 meter di atas badan jalan. Ribuan warga di daerah tersebut praktis terisolasi dan hanya bisa diakses melalui jalur udara atau perahu karet.
Chaidir menegaskan bahwa kebutuhan terpenting saat ini adalah makanan siap saji, air bersih, dan perlengkapan sandang. Sejumlah warga dilaporkan sudah tiga hari bertahan tanpa makanan cukup karena akses distribusi terhambat dan suplai lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan.
“Ini bukan banjir biasa. Tiga kebutuhan terbesar sekarang adalah makanan siap saji dan perlengkapan sandang dan air bersih Tolong fokuskan bantuan ke posko-posko yang terisolasi,” imbau Chaidir.
Ia juga mengajak masyarakat, lembaga kemanusiaan, serta relawan untuk memastikan setiap bantuan tepat sasaran dan tidak menumpuk di satu titik saja.
Dengan kondisi akses darat banyak yang terputus akibat jembatan ambruk dan genangan tinggi, jalur udara menjadi opsi yang paling memungkinkan untuk menjangkau wilayah terdampak. Helikopter BNPB dan TNI kini disiagakan sebagai penopang utama distribusi.
“Helikopter menjadi kunci untuk menjangkau wilayah yang benar-benar terisolasi,” tambah Chaidir.
Sebelum meninggalkan bandara, Chaidir kembali menginstruksikan seluruh tim agar bekerja tanpa menunggu waktu.
“Pastikan bantuan terjadwal dan bergerak hari ini juga. Setiap jam sangat berarti bagi keselamatan warga kita,” tegasnya.
Dengan penanganan yang terus dipercepat dan kedatangan bantuan dari berbagai pihak, pemerintah berharap krisis logistik yang menimpa ribuan warga Aceh dapat segera teratasi. Namun dengan cuaca yang masih tidak menentu, tantangan proses evakuasi dan distribusi bantuan diperkirakan belum akan mereda dalam waktu dekat.*[]




































