TIMELINES iNEWS Investigasi | Banda Aceh – Visi dan misi Pasangan Muallem – Dek Fadh lahir dari kebutuhan Aceh untuk bergerak lebih cepat, tepat dan lebih berpihak kepada Rakyat Kecil, mengurangi Kemiskinan, Memperkuat Layanan Publik dan Menghadirkan Pemerintah yang benar-benar hadir untuk Membantu yang lemah. Itulah arah besar yang kini dibangun di tanah rencong. Digarda terdepan perubahan itu, Dinas Sosial Aceh Mengambil peran strategis.” kami siap mengarungi bahtera ini bersama,” begitu komitmen yang berulang disampaikan Oleh PLT.Kepala Dinas Sosial Aceh. Chaidir, S.E,.M.M. dan rute perjalanan panjangnya membuktikan bahwa,Komitmen itu bukan sekedar kata, namun kerja nyata.
Ketika Chaidir ditempatkan Sebagai Sekretaris Dinsos Aceh, Dinas ini sedang berada dalam masa yang tidak mudah. Persoalan internal menumpuk, koordinasi lemah dan ritme kerja tidak lagi seirama dengan kebutuhan masyarakat. Pelan namun pasti. Ia membenahi satu persatu. Mulai dari tata kelola,manajemen, disiplin kerja, hingga pelayanan publik ia bekerja dalam diam- Diruang rapat, dibalik dokumen dalam koordinasi sepanjang hari demi hari, dan ketika kemudian ia mendapat amanah sebagai Plt.Kepala dinas sosial. Ritme kerja justru semakin cepat. Tak cukup dengan merapikan internal. Chaidir turun lansung hingga kepelosok .menembus hutan menyebrangi sungai. Ikut mengantar bantuan Sosial yang kerap kali harus tiba dalam kondisi darurat perobahan itu mulai terlihat. Dinas Sosial Aceh Bergerak dengan cara baru: cepat.terukur dan mendekat kepada rakyat
Dari pesisir hingga dataran tinggi Gayo, perjalanan tim Dinas Sosial Aceh menyusuri ratusan kilometer bukan sekadar agenda kerja, tetapi sebuah misi kemanusiaan yang menegaskan wajah baru pelayanan pemerintah. Di tengah cuaca tak menentu dan ancaman bencana yang terus mengintai berbagai wilayah, langkah cepat dan terukur kembali menjadi penegas komitmen pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Gubernur H. Muzakir Manaf (Mualem) dan Wakil Gubernur Fadhlullah S.E (Dek Fadh).
Rombongan bergerak dari Banda Aceh menuju Aceh Tengah dan Bener Meriah, dua daerah pegunungan yang menyimpan potensi bencana hidrometeorologi sekaligus menjadi pusat aktivitas masyarakat dataran tinggi. Udara sejuk Gayo tidak sedikit pun mengurangi urgensi perjalanan itu. Di setiap tikungan gunung, pesan kesiapsiagaan selalu hadir sebagai pengingat bahwa Aceh adalah wilayah rawan bencana yang menuntut kesiapan tanpa jeda.
“Aceh daerah rawan bencana, dan kesiapsiagaan adalah kunci. Dengan pola baru ini, setiap daerah harus punya kesiapan yang setara,” ujar Dek Fadh, menegaskan arah baru kebijakan penanganan bencana Aceh.
Rombongan membawa berbagai bantuan logistik, buffer stock, dan peralatan Rescue yang dibutuhkan untuk memperkuat respons cepat di wilayah pedalaman. Namun perjalanan ini bukan semata-mata tentang mengantar logistik. “Ini tentang mengantar rasa aman,” ujar Sub Kordinator PSKBA Dinsos Aceh Yanyan Rahmad, A.Ks., M.Si. yang ikut rombongan, merangkum esensi misi tersebut.
Salah satu titik yang paling meninggalkan kesan mendalam adalah kunjungan ke Pesantren Madinatuddiniyah Babussalam di Bener Meriah. Pesantren tersebut baru saja dilanda kebakaran hebat. Puing bangunan yang menghitam, arang yang masih menempel di dinding, dan aroma asap yang tersisa menceritakan betapa dahsyatnya peristiwa itu. Para santri tetap bertahan, tinggal di ruang-ruang darurat sambil mencoba melanjutkan aktivitas belajar mereka.
Tim Dinas Sosial berjalan perlahan menyusuri ruang-ruang yang hangus, mendengarkan langsung cerita para ustaz tentang detik-detik api membesar dan para santri berlarian menyelamatkan diri. Dalam suasana yang hening itu, Dek Fadh berkata pelan namun tegas, “Santri-santri ini masa depan Aceh. Mereka harus tetap belajar dan tinggal dengan layak.”
Bantuan perlengkapan santri, kebutuhan harian, dan dukungan psikososial langsung disalurkan. Meski tidak mampu menghapus seluruh luka yang ditinggalkan musibah, kehadiran pemerintah menjadi titik awal pemulihan.
Dari sekolah rakyat di pesisir hingga pesantren yang hangus terbakar di dataran tinggi, perjalanan ini menggambarkan perubahan besar dalam pola kerja Dinas Sosial Aceh. Instansi yang dulunya hanya dikenal hadir setelah bencana terjadi, kini bergerak lebih responsif, aktif, dan dekat dengan masyarakat. Filosofi ini dirangkum Plt.Kepala Dinas Sosial Aceh, Chaidir, dalam satu kalimat yang menjadi pedoman seluruh jajarannya.
“Pemerintah itu pelayan masyarakat. Kita harus hadir bukan ketika diminta, tapi ketika dibutuhkan.”
Di bawah visi besar Mualem–Dek Fadh, Aceh memasuki babak baru dalam pembangunan sosial. Fokusnya jelas: mengurangi kemiskinan, memperkuat pelayanan, dan mengangkat martabat masyarakat kecil hingga ke pelosok-pelosok.
Dinas Sosial Aceh, dengan tekad, disiplin, dan kerja lapangan yang menembus rimba hingga puncak gunung, tampil sebagai salah satu garda terdepan perubahan ini. Dengan kepemimpinan Mualem dan Dek Fadh di haluan, Aceh bergerak menuju masa depan yang lebih sigap, lebih dekat dengan rakyat, dan lebih manusiawi. *[Yahbit]

































