TLii | SUMUT | Gunung Sitoli – Dugaan praktik penggerusan dana desa kembali mencuat di Kota Gunung Sitoli, Kabupaten Nias. Modus yang digunakan kali ini adalah kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintahan Desa dan BPD yang digelar di Hotel Grand Kanaya, Medan, pada 18–20 September 2025.
Kegiatan bertema “Penguatan Kapasitas Aparatur Melalui Regulasi dan Kebijakan Tata Kelola Administrasi Pemerintahan Desa” itu dihadiri ratusan peserta dari perangkat desa dan BPD. Namun, sejak awal muncul tanda tanya mengenai siapa narasumber yang dihadirkan, apakah memiliki kompetensi sesuai bidangnya, dan sejauh mana kegiatan ini memberi manfaat nyata bagi aparatur desa.
Saat awak media mencoba mengonfirmasi legalitas kelembagaan pelaksana kegiatan, yakni Aksara Wiguna Mandiri, pihak panitia Junaidi dan Indah justru terkesan menghindar. Alih-alih memberikan dokumen legalitas, mereka malah memanggil petugas keamanan hotel agar wartawan menunggu di luar area kegiatan. Bahkan, upaya konfirmasi lanjutan pun berujung buntu karena panitia tak kunjung memberikan jawaban jelas.
Dari hasil penelusuran jejak digital, Aksara Wiguna Mandiri terdaftar di Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dengan nama CV. Aksara Wiguna Mandiri. Namun, status sebagai badan hukum berbentuk CV menimbulkan tanda tanya besar. Pasalnya, lembaga ini diduga tidak memiliki sertifikasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) maupun sertifikasi sebagai Lembaga Kursus Pelatihan (LKP) yang relevan dengan penyelenggaraan kegiatan pelatihan aparatur desa.
Hal ini memicu dugaan kuat bahwa kegiatan bimtek hanyalah seremonial belaka, yang dijalankan secara terstruktur, sistematis, dan masif untuk menguras dana desa demi keuntungan pribadi dan oknum pejabat tertentu.
Setiap desa diwajibkan mengirim peserta dengan biaya jutaan rupiah per orang. Panitia pun diperkirakan meraup keuntungan hingga ratusan juta rupiah. Ironisnya, dana besar tersebut habis untuk kegiatan di luar daerah, bukan dialokasikan bagi pembangunan desa yang lebih mendesak.
Lebih ironis lagi, kegiatan ini tetap mendapat restu dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kota Gunung Sitoli, meski legalitas lembaga pelaksana diragukan. Padahal, pemerintah pusat gencar menyerukan efisiensi penggunaan anggaran dan pemangkasan pemborosan, namun fakta di lapangan justru sebaliknya: anggaran desa dipakai untuk pelesiran ke Medan.
Sejumlah perangkat desa mengaku merasa terpaksa mengikuti kegiatan tersebut. “Kami seperti dipaksa untuk ikut Bimtek di Medan,” ungkap beberapa peserta yang enggan disebutkan namanya. Mereka juga menyinggung adanya keterlibatan sejumlah pejabat Pemko Gunung Sitoli dalam kegiatan itu.
Ketua Panitia, Ardi Junaidi, ketika dikonfirmasi melalui WhatsApp malah memblokir nomor wartawan. Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak panitia maupun Dinas PMD.
Sementara itu, di tempat terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Gunung Sitoli, Mario Zebua, saat dikonfirmasi terkait keterlibatannya dalam pelaksanaan bimtek desa juga belum memberikan keterangan resmi.
Masyarakat pun geram. Mereka mendesak aparat penegak hukum, baik Kejatisu maupun Poldasu, untuk segera turun tangan menyelidiki dugaan penyalahgunaan dana desa ini. “Gunung Sitoli sedang krisis anggaran. Jangan habiskan uang rakyat untuk jalan-jalan ke Medan. Dana desa seharusnya dipakai untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk memperkaya kelompok tertentu,” tegas seorang warga.
Kegiatan bimtek yang digadang-gadang untuk meningkatkan kapasitas aparatur desa ini justru memunculkan kesan hanya menjadi sarana menguras dana desa demi keuntungan kelompok tertentu. Publik pun menunggu langkah tegas pemerintah kota dan aparat hukum untuk menindak praktik yang merugikan rakyat tersebut. Red.





































