TIMELINESINEWS-INVESTIGASI.com | SLEMAN – Mantan Bupati Sleman Sri Purnomo, akhirnya resmi ditahan pada Selasa (28/10/2025) malam atas dugaan kasus korupsi dana hibah Pariwisata Kabupaten Sleman. Meskipun begitu, dalam kasus tersebut terlihat sangat janggal, karena yang ditetapkan tersangka baru satu orang saja.
Penahanan ini menandai babak baru dalam perjalanan hukum kasus yang telah bergulir sejak beberapa waktu lalu.
Namun, status tersangka tunggal yang disematkan kepada Sri Purnomo justru memunculkan pertanyaan besar: mungkinkah seorang kepala daerah menjalankan skema korupsi sendirian tanpa keterlibatan pejabat lain di lingkaran kekuasaannya?
Ketua Program Studi Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Gugun El Guyanie memberikan pandangan kritis terhadap penetapan tersangka tunggal ini.
Dalam keterangannya, akademisi hukum ini menyatakan dukungannya terhadap upaya penyelidikan yang terbuka dan transparan oleh Kejari Sleman.
“Harus terbuka dan transparan untuk melihat keterlibatan aktor-aktor lain. Karena korupsi bupati itu tidak bisa sendiri, sekretaris daerah (sekda) sangat-sangat mungkin bisa terlibat. Termasuk kepala dinas dan pejabat eselon lainnya,” ungkap Gugun dengan tegas.
Menurut analisisnya, pola korupsi yang melibatkan kepala daerah hampir selalu membentuk lingkaran kekuasaan.
Ring satu di pemerintahan, terutama yang menangani administrasi dan pelaksanaan program, sangat mungkin memiliki peran dalam skema yang dijalankan.
Gugun secara khusus menyoroti posisi sekda dalam pemerintahan kabupaten. Sebagai orang nomor dua, sekda memiliki peran strategis dalam proses administratif dan pelaksanaan program pemerintahan, termasuk pengelolaan dana hibah.
“Kalau bicara peran tentu saja, sekda waktu itu tentu ada peran untuk pengesahan karena dia sebagai pelaksana atau yang menjalankan di pelaksana dana hibah. Maka dari itu pemeriksaan harus dilakukan secara objektif dan terbuka,” terang Gugun.
Dia menegaskan bahwa proses administratif dalam penyaluran dana hibah tidak mungkin dijalankan sendiri oleh bupati.
Ada rangkaian panjang birokrasi yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pengusulan, verifikasi hingga pencairan dana. Setiap tahapan tersebut memerlukan persetujuan dan tanda tangan pejabat terkait.
Pengamat hukum ini juga mengingatkan bahwa Kabupaten Sleman bukanlah daerah yang baru pertama kali mengalami kasus korupsi kepala daerah.
Sejarah mencatat, wilayah yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta ini pernah diwarnai skandal serupa di masa lalu.
“Artinya, Kabupaten Sleman bukan zona yang aman-aman saja dari pantauan kasus korupsi,” pungkas Gugun.
Peringatan ini menjadi pengingat bahwa pengawasan dan akuntabilitas pemerintahan harus terus dijalankan secara konsisten.
Daerah yang pernah mengalami kasus korupsi memerlukan kewaspadaan ekstra untuk mencegah pengulangan di masa mendatang.
Sorotan kini mengarah kepada sosok yang menjabat sebagai sekda pada masa pemerintahan Sri Purnomo.
Namanya kembali mencuat seiring dengan penahanan mantan atasannya dalam kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata tahun 2020.
Ketika dikonfirmasi, mantan pejabat eselon dua ini memilih bersikap hati-hati. Dia tidak memberikan komentar panjang lebar mengenai posisinya dalam kasus yang tengah ditangani Kejari Sleman.
Mantan sekda tersebut menegaskan bahwa dirinya telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Dia mengaku telah bersikap kooperatif dalam proses penyelidikan yang dilakukan penyidik. Seluruh keterangan yang dibutuhkan untuk kepentingan penyidikan telah diberikan.
“Semua orang bebas menafsirkan, namun saya memastikan sudah bersikap kooperatif dalam proses penyelidikan,” ujarnya.
Pertanyaan krusial muncul terkait kapasitas mantan sekda sebagai ketua tim teknis dalam pelaksanaan program hibah pariwisata.
Posisi ini tentunya memiliki peran strategis dalam proses administrasi dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran.
Namun, ketika diminta menjelaskan lebih jauh mengenai peran dan tanggung jawabnya dalam tim teknis tersebut, mantan sekda kembali menolak memberikan klarifikasi.
Dia menegaskan bahwa hal tersebut sudah menjadi bagian dari materi penyidikan yang tidak bisa disampaikan kepada publik.
Sikap tertutup ini semakin menguatkan pandangan bahwa kasus ini masih memiliki banyak lapisan yang belum terungkap.
Proses hukum yang sedang berjalan akan menentukan sejauh mana keterlibatan pihak-pihak lain di luar tersangka tunggal yang telah ditetapkan.
Meski bersikap tertutup, mantan sekda menegaskan pentingnya menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
Dia menyatakan bahwa penanganan kasus ini sepenuhnya menjadi kewenangan aparat penegak hukum.
Publik kini menunggu perkembangan lebih lanjut dari penyelidikan Kejari Sleman. Apakah penetapan tersangka akan berkembang melibatkan pihak-pihak lain, ataukah Sri Purnomo akan tetap menjadi satu-satunya tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata senilai miliaran rupiah ini.
Yang pasti, kasus ini kembali mengingatkan bahwa pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah tidak boleh kendor.
Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci mencegah terulangnya praktik korupsi yang merugikan kepentingan masyarakat. ***





































