TLii//Tanjungbalai//Sumut
Tanjungbalai – Adv. Marthin Lase, SH, C.PS, C.MTr, Advokat dari Kantor LBH Trisila Tanjungbalai dan Kantor Hukum Kejora Justice, menyampaikan pendapat hukum terkait dugaan serius praktik tangkap lepas terhadap 4 ABK KM Aqil Jaya serta 10 PMI ilegal/nonprosedural yang terjadi di wilayah Tanjungbalai–Asahan,(26//11//25)
Menurut Marthin Lase, pada 21 Oktober 2025, Kantor Bea dan Cukai Teluk Nibung telah melakukan pengamanan satu unit kapal yang diduga mengangkut PMI nonprosedural ketika hendak keluar dari wilayah Indonesia.
Dalam operasi tersebut, petugas mengamankan, 1unit kapal, 4 orang ABK KM Aqil Jaya, 10 PMI nonprosedural yang hendak diselundupkan ke luar negeri.
Hasil pemeriksaan BC menemukan bahwa seluruh PMI tidak memiliki dokumen keimigrasian, termasuk paspor. Karena itu, kasus dan para pelaku diserahkan kepada Imigrasi Kelas II TPI Tanjungbalai Asahan untuk diproses hukum.
Dugaan kejanggalan muncul ketika pihak Imigrasi Kelas II TPI Tanjungbalai tidak memproses hukum para ABK maupun PMI tersebut, tetapi justru melakukan tindakan yang disebut sebagai “tangkap lepas.”
Pada konferensi pers Selasa, 25 November 2025, pihak Imigrasi menyatakan bahwa tidak ditemukan unsur pidana keimigrasian, sehingga para ABK dan PMI dilepas.
Advokat Marthin Lase menilai alasan tersebut sebagai keliru, tidak berdasar, dan dapat dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan jabatan.
“Bagaimana mungkin perbuatan 4 ABK yang mengangkut PMI tanpa dokumen keimigrasian tidak dapat diproses hukum? Ini bukan hanya pelanggaran administrasi—ini perbuatan pidana,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa tindakan Imigrasi Tanjungbalai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI, khususnya:Pasal 5, Pasal 68, Pasal 81, Pasal 83.
yang secara tegas memberikan sanksi pidana kepada pihak yang memberangkatkan PMI tanpa dokumen.
Selain itu, ia menegaskan bahwa perbuatan para ABK memenuhi unsur Pasal 53 KUHP tentang percobaan tindak pidana. Sebab, upaya penyelundupan tidak selesai bukan karena kehendak pelaku, melainkan digagalkan oleh Bea Cukai.
Marthin Lase juga menilai bahwa tindakan pelepasan tersebut berpotensi kuat bermuara pada praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
“Alasan Imigrasi yang menyatakan tidak ada unsur pidana adalah alasan liar dan keliru. Tindakan tersebut sangat berpotensi merupakan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan jabatan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa tindakan pembiaran seperti ini membuka ruang terjadinya perdagangan orang serta melemahkan perlindungan terhadap WNI.
Menurutnya, praktik penyelundupan PMI yang terus terjadi di wilayah Tanjungbalai–Asahan sebagian besar dipicu oleh lemahnya penegakan hukum.
“Tindakan Imigrasi bukan memberikan efek jera, tetapi justru terkesan melegitimasi sindikat perdagangan manusia. Penegakan hukum kita sedang kehilangan taringnya,” kata Marthin.
Atas dugaan pelanggaran hukum tersebut, Marthin Lase mendesak:
Presiden RI, Kementerian Hukum dan HAM, Ditjen Imigrasi, Kanwil Imigrasi Sumatera Utara.
untuk memberikan sanksi tegas serta memproses hukum Kepala Imigrasi Kelas II TPI Tanjungbalai dan seluruh oknum yang terlibat.
LBH Trisila memastikan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Kami akan mengambil langkah hukum lebih lanjut untuk membongkar dugaan pelanggaran hukum, penyalahgunaan wewenang, dan potensi praktik KKN dalam kasus tangkap lepas 4 ABK dan 10 PMI nonprosedural ini,” tutup Marthin,(RR)

































