TIMELINES INEWS INVESTIGASI Upaya seorang peneliti asal Prancis untuk menelusuri jejak sejarah Kesultanan Ternate terhenti di salah satu titik penting: lokasi makam putri Sultan Alaidin Al Kahhar yang hingga kini belum berhasil ditemukan secara pasti.
Kawasan Kutaraja Bandar Aceh Darussalam pada zaman dahulu adalah kawasan penuh tokoh besar Kerajaan Aceh. Pada zaman dahulu, kawasan yang khusus diperintah oleh Sultan, orang Aceh menyebutnya sebagai Gampong Sultan.
Gampong Sultan adalah wilayah yang meliputi Gampong Pande, Gampong Peulanggahan, Gampong Jawa, Gampong Kandang, Gampong Keudah dan Gampong Merduati. Semua gampong ini adalah tempat berdiam tokoh penting, dan dipenuhi oleh pemakaman para tokoh besar Aceh Darussalam.

Menurut Ketua SILA Muammar Al Farisi, dalam Majalah Archipel 91 I 2016 Claude Guillot dan Ludvik Kallus peneliti Perancis menyebutkan, tentang makam Putri Sultan Aceh di Blang Tutong Pande.
Kedua peneliti Perancis itu berkali-kali datang ke Aceh dari tahun 1999-2008 namun tidak menemukan makam tersebut. Mereka menduga makam ini telah hilang sebelum Tsunami.
Namun kemudian Makam Putri Sultan ini ditemukan kembali oleh Mapesa (Masyarakat Peduli Sejarah Aceh). Tim Mapesa menegakkan kembali Nisan seperti semula sehingga dapat diziarahi. Temuan makam ini adalah temuan mengejutkan yang menunjukkan luasnya sejarah Aceh.

Kompleks makam tersebut terdapat di perbatasan Gampong Pande dan Peulanggahan. Menurut Informasi Kompleks makam Ini adalah makam Putri Sultan Alaidin Al Kahhar (1539-1572 M) Bin Sultan Ali Mughayat Syah (1507-1530 M).
Menurut penelitian zaman Belanda dan peneliti Perancis, nama Putri ini adalah Putri Siti Ubi Syah (Ubit?) Bin Sultan Alaidin Bin Sultan Ali Mughayat Syah.
Makam ini menurut penelitian Belanda terletak dikawasan yang dikenal dengan nama Blang Tutong Pande. Topinimi nama tempat menunjukkan kawasan ini pada era kesultanan adalah sawah yang pernah terbakar, hal ini juga perlu diteliti kembali.

Sedangkan kawasan ini kemudian menjadi rawa-rawa dan pernah tenggelam pada masa Tsunami Aceh yang beberapa kali pernah terjadi dizaman lampau.
Mungkin sebab itu beberapa nisan kuno Aceh pada era zaman Belanda banyak yang tertimbun dibawah tanah, keberadaannya dapat dilacak dengan teknologi modern dalam menentukan lokasi situs sejarah Aceh.
Dalam penelitian pihak Perancis, nama yang tertulis di nisan adalah “Hazal Qabru As Saidah As Sa’diyah Al Musammiyah Siti Ubi Syah Binti Sultan Alaidin Bin Sultan Ali Mughayat”. Artinya: “Makam ini adalah makam orang yang diberkati, dalam keadaan yang baik, bernama Siti Ubi Shah, putri Sultan ‘Ala’ al-Din, putra Sultan ‘Ali Mughayat”.
Nama Siti Ubi menjadi pertanyaan apakah mungkin nama dari Siti Ubit atau Obha. Pada Zaman Era Perang Aceh-Belanda, Teuku Umar Menjabat Sebagai Amirul Bahri (Ksatria Lautan) Kesultanan Aceh Darussalam. Orang Aceh Memanggil Teuku Umar dengan Panggilan Amirul Obha. Mengenai nama Siti Ubi atau Ubit atau Obha perlu penelitian mendalam, dengan mencari berbagai sumber termasuk manuskrip, tulisan lama, dll.
Menarik juga untuk diteliti bahwa dalam peta Belanda masa perang Aceh, di Kuala Aceh terdapat beberapa Benteng atau Kuta yang menjaga Pantai Aceh, yakni Kuta Bak Bi, Kuta Raja Bedil, Kuta Laksamana, Kuta Reuntang, Kuta Raja Perak dan Kuta Meusapi.

Terkait fakta ini, apakah Siti Ubi Syah adalah Penjaga Kuta Bak Bi pada zamannya. Penyebutan Bak Bi adalah penyebutan dari Bahasa Aceh yaitu Bak Ubi. Mungkin Nama Siti Ubi Syah adalah Gelar dari peran Putri Sultan Aceh yang menjaga Kuta Bak Bi salah satu benteng terdepan dan terkuat di Kuala Aceh.
Pada Nisan Siti Ubi juga terdapat kalimat indah pengingat tentang kehidupan hanya sementara. Pada nisan terrulis: “Ad Dunya sa’ah Fajaalaha ta’ah”.
Artinya: “Wahai insan ketahuilah dunia hanya sesaat hiduplah dengan taat kepada Allah”. Inkripsi nisan menunjukkan Nisan Siti Ubi Syah adalah seorang Putri Sultan yang shalihah dan taat dalam hidupnya.
Penelitian terbaru pihak Mapesa menyebutkan kalau nama yang ditemukan memiliki nama berbeda. Yaitu bukan nama Siti Ubi Syah, melainkan nama Siti Ula Syah Bin Sultan Alaidin Bin Sultan Ali.
Menarik juga di kaji karena di kawasan ini terdapat nisan Plang Pleng dari era Kerajaan Lamuri, sebelum era Kesultanan Aceh Darussalam. Di komoleks makam juga terdapat nisan makam Tun Kamil, tokoh ulama besar yang hebat, yang wafat 1524 M. Nisan beliau menggunakan batu nisan kuno Samudra Pasai.
Di kompleks makam ini terdapat juga makam Syaikhul Asykar yang bergelar Jamaluddin (Keindahan Agama), yang wafat tahun1544 M.
Dalam kompleks penting ini terdapat berbagai batu nisan yaitu nisan Pasai, nisan Lamuri dan nisan Aceh Darussalam yang amat mengagumkan.
Nisan Tokoh Kesultanan Aceh Darussalam ini amat penting. Tokoh wanita ini adalah Putri dari Sultan Alaidin Al Kahhar yang membina hubungan dengan Kesultanan Turki Utsmani atau Raja Rum.
Menurut Ketua SILA Muammar Al Farisi, perlu penelitian lanjutan dan dukungan semua pihak untuk melindungi situs sejarah ini, karena ini sangat penting dalam membuka tirai sejarah Aceh yang masih banyak harus diteliti.
“Penelitian demi penelitian menunjukkan banyaknya temuan yang amat mengagumkan, yang mengungkap tirai sejarah Kesultanan Aceh masa lampau, yang maju dan makmur pada zamannya”, tutup Muammar Al Farisi.


































