TIMLINES iNEWS Investigasi | Banda Aceh — Pemerintah Aceh kembali menunjukkan reformasi nyata dalam tata kelola penanggulangan bencana melalui kolaborasi langsung tiga pimpinan utama: Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf; Wakil Gubernur Aceh, H. Fadlullah, S.E.; dan Plt. Kepala Dinas Sosial Aceh, Chaidir, S.E., M.M. Sinergi ini tidak hanya mempercepat sistem kesiapsiagaan daerah, tetapi dinilai mulai menjadikan Aceh sebagai salah satu role model respons bencana di tingkat nasional.
Terobosan tersebut terlihat setelah Gubernur Aceh secara resmi melepas bantuan logistik penanggulangan bencana pada 18 November 2025 di Pendopo Gubernur Aceh. Berbeda dari kegiatan seremonial yang umumnya berhenti pada prosesi simbolis, Pemerintah Aceh memastikan tindak lanjut langsung ke lapangan. Wakil Gubernur menjadi komandan distribusi lapangan, mendampingi Plt. Kepala Dinas Sosial Aceh untuk memastikan seluruh bantuan tiba di kabupaten sesuai instruksi Gubernur dan kebutuhan faktual.
Gubernur: Kebijakan Kesiapsiagaan yang Berbasis Aksi
Gubernur Muzakir Manaf menekankan perubahan paradigma penanganan bencana di Aceh: bukan reaktif, melainkan preventif dan terukur. Ia memerintahkan percepatan penyaluran buffer stock agar logistik tidak lagi hanya tersimpan di gudang provinsi.
Instruksi tersebut merupakan bagian dari upaya memperpendek “golden time response”, yaitu waktu krusial ketika bantuan harus tiba sesegera mungkin setelah bencana terjadi. “Kesiapan harus terlihat di lapangan, bukan hanya di atas kertas,” menjadi pesan kunci yang dikawal langsung oleh jajaran teknis.
Wakil Gubernur Turun Langsung Mengawal Distribusi
Menindaklanjuti arahan Gubernur, Wakil Gubernur Fadlullah memimpin distribusi bantuan ke enam kabupaten prioritas. Empat di antaranya—Pidie, Bireuen, Bener Meriah, dan Aceh Tengah—sudah menerima logistik utama. Dua kabupaten lainnya dalam proses akhir penyaluran.
Fadlullah meninjau gudang kabupaten, memeriksa kesiapan jalur distribusi, dan memastikan penyimpanan logistik dapat digunakan kapan saja. “Ini bukan distribusi rutin,” tegasnya. “Kita ingin memastikan tiap kabupaten memiliki kesiapan penuh menghadapi cuaca ekstrem dan potensi bencana hidrometeorologi. Tidak boleh ada keterlambatan.”
Kehadiran Wakil Gubernur langsung di lapangan dianggap mencerminkan praktik kepemimpinan responsif yang kini jarang ditemukan di tingkat daerah.
Dinas Sosial Aceh: Motor Teknis yang Menggerakkan Sistem
Plt. Kepala Dinas Sosial Aceh, Chaidir, memegang peran penting dalam eksekusi teknis, mulai dari pendataan kebutuhan kabupaten, pemenuhan standar logistik nasional, hingga pelaksanaan monitoring terintegrasi.
Chaidir menegaskan bahwa distribusi dilakukan dengan standar akuntabilitas penuh agar penggunaan logistik tepat sasaran dan tidak terjadi penumpukan barang di satu titik. “Stok tidak boleh hanya menumpuk di provinsi. Saat bencana terjadi, tidak ada waktu menunggu. Bantuan harus sudah berada di kabupaten dan siap disalurkan,” ujarnya.
Menurutnya, setiap kabupaten kini telah membentuk tim monitoring yang memverifikasi ketersediaan logistik, kesiapan relawan, serta kebutuhan riil masyarakat.
Aceh Menuju Role Model Penanganan Bencana
Langkah ini menunjukkan bahwa tata kelola Pemerintah Aceh berada pada tren perbaikan signifikan: kebijakan yang diambil di level pimpinan langsung diukur dengan aksi lapangan yang dapat diverifikasi publik.
Sinergi antara Gubernur sebagai pengarah kebijakan, Wakil Gubernur sebagai penggerak pelaksanaan, dan Kadisos sebagai motor teknis memperlihatkan pola kerja tiga lapis yang efektif—sebuah praktik yang jarang berjalan secara simultan di daerah lain.
Dengan intensitas cuaca ekstrem akhir tahun yang meningkat, percepatan penempatan logistik di daerah rawan menjadi bagian penting untuk memperkuat ketahanan bencana. Upaya ini sekaligus memperlihatkan bahwa Aceh semakin serius membangun sistem penanganan bencana yang modern, akuntabel, dan berorientasi pada keselamatan masyarakat. *[Yahbit]

































